Jumat, 09 Juni 2017

KEPITING LUNAK



Apa sebenarnya kepiting lunak itu?
Kepiting termasuk ke dalam golongan binatang yang disebut arthopoda dimana penopang tubuhnya terbentuk dari cangkang yang menyelimuti bagian luar tubuhnya. Pertumbuhan baginya merupakan hal yang krusial karena untuk tumbuh menjadi leboh besar kepiting harus melepaskan kulit yang lama kemudian kulit baru yang ukurannya lebih besar akan menggantikan tempatnya. Peristiwa tersebut dikenal sebagai molting yang terjadi berkali-kali selama daur hidup kepiting yang frekuensinya menurun dengan semakin bertambahnya umur dan ukurannya.
Molting merupakan salah satu fenomena alami yang sangat menarik untuk diketahui. Data menunjukkan bahwa, aktivitas molting kepiting bakau dapat mempunyai dua puncak dalam sebulan yakni pada puncak pasang perbani dan purnama. Walaupun tidak semua individu mengikuti pola tersebut. Sesaat sebelum kepiting molting, kepiting telah menyediakan dasar kulit baru dibawah kulit yang lama. Pada saat tersebut kalsium diserap dari kulit yang lama sehingga menjadi lebih rapuh atau fleksibel. Kulit yang lama terpisah pada bagian belakang kepiting dan kerapas bagian belakang terangkat. Walaupun demikian tangkai mata tetap tidak terganti sehingga biasa digunakan sebagai tempat melekatkan tanda/tag pada kegiatan penandaan kepiting.
Kepiting bakau mengalami pergantian kulit sekitar 17 kali sampai dengan ukuran setahun. Pada tahap awal dari kepiting lunak tersebut merupakan kondisi yang benar-benar lemah dan rawan terhadap pemangsaan predator, sehingga untuk beberapa hari berikutnya kepiting dan cangkang yang lunak akan tetap berbenam diri ke dalam sedimen/lumpur sementara kulit yang baru mengembang dan semakin mengeras. Karena itu sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kepiting lunak sangat jarang tertangkap dengan alat tangkap yang dilengkapi dengan upan. Dalam beberapa hari kemudian, kepiting lunak akan aktif, dapat menghindar dari predator dan bahkan sudah dapat aktif mencari makan. Dalam dua hingga tiga minggu cangkangnya akan mengeras dan dagingnya tumbuh mengisi cangkang baru yang lebih besar. Selama fase itu, kepiting lunak menjadi sangat berpeluang untuk tertangkap dengan perangkap dan rawan terhadap kerusakan cangkangnya.
Mengapa kepiting lunak bila tertangkap sebaiknya dilepas kembali ke alam?
Kepiting lunak hanya menghasilkan daging kurang dari 20%. Menangkap kepiting pada kondisi cangkang keras dan memaksimumkan produksi untuk jumlah kepiting tertentu. Disamping itu, kulitas daging dari kepiting cangkang lunak sangat rendah dibandingkan dengan kepiting cangkang keras. Masyarakat mengenal daging kepiting demikian dengan daging berair, lembek, tidak bertekstur, bahkan menyatu seperti jelli sehingga tidak jarang hanya dibuang. Dengan melepaskan kembali kepiting cangkang lunak yang tertangkap ke alam dengan hati-hati, berarti akan memberikan kesempatan kepada kepiting untuk mengeras dan dapat ditangkap di kemudian hari setelah kualitas dagingnya maksimal.
Bagaimana membedakan antara kepiting cangkang lunak dengan kepiting cangkang keras? 
Kepiting lunak dapat di identifikasi dengan jalan memijit/menekan secara perlahan bagian tubuh kepiting. Kepiting lunak yang dipasarkan khusus untuk konsumsi adalah kepiting yang baru saja molting atau paling tidak baru berumur 4 jam sejak molting. Pada kondisi demikian, bagian cangkang kepiting pun lunak apalagi bagian tubuh yang lainnya.
Pada kondisi ini, kepiting belum mampu melakukan perlawanan apabila diganggu sehingga di alam sangat rawan terhadap pemangsaan. Berbeda dengan kepiting lunak yang biasanya tercampur dengan kepiting konsumsi yang dijual dipasaran biasanya kondisinya sudah lebih baik. Cangkang dan bagian tubuh yang lainnya sudah mengeras sehingga sudah bisa menghindar dan melawan predator yang mengganggu. Identifikasi kepiting lunak seperti ini sudah jauh lebih sulit karena hampir seluruh bagian tubuhnya sudah mengeras tetapi sebenarnya isinya masih sangat sedikit dan tubuhnya sebagian besar masih terisi dengan air. Untuk mengidentifiaksinya, maka beberapa pijitan dapat dilakukan dibeberapa tempat seperti pada ruas pertama pada kaki-kaki jalan dan kaki renang atau pada bagian dada kepiting. Apabila bagian-bagian tersebut lentur, maka kepiting tersebut masih tergolong kepiting lunak. Di samping tanda-tanda tersebut, orang yang berpengalaman dalam penanganan kepiting dapat mengetahui bahwa kepiting yang kelihatan lebih ringan dibandingkan dengan bobot sebenarnya pada umumnya adalah kepiting lunak. Tanda lain adalah bagian dada kepiting lunak biasanya putih dan bersih, sedangkan kepiting keras biasanya lebih gelap, kekuning-kuningan, kecoklatan dan bahkan sering ditempeli dengan teritip dan alga.
Bagaimana memproduksi kepiting lunak secara massal untuk konsumsi?
Salah satu sifat yang dimiliki krustase dalam pertumbuhannya adalah ganti kulit atau dalam bahasa ilmiah dikenal dengan molting. Pada kondisi ganti kulit, kulit krustase yang tadinya keras digantikan oleh kulit yang lunak sehingga dikenal dengan “soft shelling crab” yang di Indonesia kemudian disingkat menjadi ‘soka’. Karena kulitnya yang lunak, maka dia tidak dapat mencapit dan mudah penanganannya. Kondisi lunak tersebut hanya bertahan dalam waktu singkat kemudian berangsur-angsur mengeras kembali sebagaimana layaknya kepiting normal sehingga perlu pengontrolan yang ketat. Produk ini sebenarnya telah lama dikenal terutama untuk kepiting biru (blue crab) Calinectes sapidus yang di tangkap dari alam namun karena penangkapan soka dari alam ketersediaanya tidak menentu, maka kemudian dipikirkan untuk dibudidayakan. Berbagai cara telah dilakukan untuk mempercepat terjadinya ganti kulit pada kepiting bakau seperti dengan rangsangan melalui manipulasi makanan, manipulasi lingkungan dan teknik pemotongan kaki. Hingga saat ini teknik pemotongan kaki yakni dengan mematahkan capit dan kaki jalan kepiting masih merupakan cara yang paling praktis yang dapat dilakukan untuk mempercepat terjadinya pergantian kulit dan dan diterapkan secara massal. Dengan mematahkan anggota badan kepiting, maka hormon pertumbuhannya akan memacu pembentukan kembali anggota badan yang hilang. Dengan cara ini, kepiting muda dapat berganti kulit dalam waktu 2-3 minggu tergantung pada kejelian di dalam memilih kepiting yang sudah mendekati fase ganti kulit. Karena penggemar soka cukup luas maka produk ini menjadi andalan oleh beberapa negara penghasil kepiting, harganya pun cukup menggiurkan yakni 3-5 USD tergantung ukurannya. Semakin besar ukurannya semakin tinggi pula harganya. Namun karena pergantian kulit kepiting pada ukuran yang lebih kecil biasanya lebih cepat, maka pengembangan soka biasanya diarahkan untuk kepiting muda dengan bobot 60-150 g/ekor.
Berdasarkan sifat ganti kulit kepiting diatas, maka sejak tahun 90an, produksi kepiting soka telah mulai dikembangkan di Indonesia. Walaupun secara ekonomis budidaya soka kelihatan menguntungkan, namun sebagian besar pengusaha soka tidak bisa bertahan lama. Berbagai kendala dihadapi terutama masalah pasar dan ketersediaan benih. Kebutuhan benih yang bersaing dengan kebutuhan konsumsi menyebabkan harga benih di beberapa sentra pengembangan menjadi mahal. Namun semakin membaiknya teknik pembenihan, maka di masa yang akan datang diharapkan hal ini tidak lagi menjadi masalah. Sedangkan masalah pemasaran, diharapkan dapat diformulasikan solusinya melalui keterlibatan pembudidaya dan pemerintah.
Produksi soka dilakukan melalui beberapa tahapan seperti : persiapan tambak, pemasangan keranjang sebagai wadah yang diapungkan di dalam tambak, penebaran benih yang kaki-kakinya telah dipatahkan, pemberian pakan, dan pengontrolan/panen.
Persiapan tambak dapat dilakukan sebagaimana persiapan tambak untuk budidaya bandeng untuk menghasilkan lingkungan tambak yang baik. Keranjang yang digunakan dapat berupa keranjang buah lengkeng yang disekat dengan bilah bambu menjadi 6 kotak untuk pemeliharaan soka namun dengan harga yang lebih mahal. Kotak khusus yang terbuat dari plastik tersebut memungkinkan untuk melakukan pemeliharaan soka tanpa pemotongan kaki karena dilengkapi dengan penutup yang kuat dan khusus sehingga kepiting tidak dapat keluar dari kotak pemeliharaan. Keranjang atau kotak plastik  tersebut kemudian dirangkai dan diapungkan di dalam tambak. Satu hektar tambak dapat diisi sampai dengan 10.000 kotak atau 10.000 ekor kepiting. Setelah penebaran, dilakukan pemberian pakan berupa ikan rucah dua kali dalam sehari sebanyak 5-10% dari bobot kepiting. Pengontrolan kepiting ganti kulit dilakukan lebih intensif setelah pemeliharaan memasuki minggu ke dua apabila dilakukan pemotongan kaki atau bulan kedua bila tanpa pemotongan kaki untuk mengantisipasi adanya kepiting yang ganti kulit. Apabila kepiting yang ganti kulit dibiarkan sampai 4 jam, maka kepiting lunak akan mengeras secara perlahan. Dari 10.000 ekor yang dipelihara dengan pemotongan kaki maka sejak minggu ketiga sampai dengan satu bulan biasanya terjadi pergantian kulit sekitar 10% perhari sekitar 1000 ekor atau setara dengan sekitar 100 kg per hari. Namun apabila tidak dilakukan pemotongan kaki maka biasanya memasuki bulan kedua sampai dengan tiga bulan masa pemeliharaan akan didapatkan kepiting lunak sebanyak sekitar 150 ekor atau setara dengan 15 kg per hari. Kepiting yang dipanen biasanya dapat dipasarkan dalam keadaan hidup maupun beku. Berdasarkan hasil pengkajian Balai Budidaya Air Payau Takalar terhadap pengusaha soka di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa usaha ini menguntungkan dengan R/C rasio 1,94 untuk skala <1000 ekor dan 2,24 untuk skala >1000 ekor.



Sumber : Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  MENGENAL IKAN SCORPION Mengingat permintaan ikan hias dari tahun ketahun terus meningkat, maka Ikan  Skorpion Volitan (Pterois ...