Apa sebenarnya kepiting lunak itu?
Kepiting termasuk ke dalam golongan binatang yang disebut
arthopoda dimana penopang tubuhnya terbentuk dari cangkang yang menyelimuti
bagian luar tubuhnya. Pertumbuhan baginya merupakan hal yang krusial karena
untuk tumbuh menjadi leboh besar kepiting harus melepaskan kulit yang lama
kemudian kulit baru yang ukurannya lebih besar akan menggantikan tempatnya.
Peristiwa tersebut dikenal sebagai molting yang terjadi berkali-kali selama
daur hidup kepiting yang frekuensinya menurun dengan semakin bertambahnya umur
dan ukurannya.
Molting merupakan salah satu fenomena alami yang sangat
menarik untuk diketahui. Data menunjukkan bahwa, aktivitas molting kepiting
bakau dapat mempunyai dua puncak dalam sebulan yakni pada puncak pasang perbani
dan purnama. Walaupun tidak semua individu mengikuti pola tersebut. Sesaat
sebelum kepiting molting, kepiting telah menyediakan dasar kulit baru dibawah
kulit yang lama. Pada saat tersebut kalsium diserap dari kulit yang lama
sehingga menjadi lebih rapuh atau fleksibel. Kulit yang lama terpisah pada
bagian belakang kepiting dan kerapas bagian belakang terangkat. Walaupun
demikian tangkai mata tetap tidak terganti sehingga biasa digunakan sebagai
tempat melekatkan tanda/tag pada kegiatan penandaan kepiting.
Kepiting bakau mengalami pergantian kulit sekitar 17 kali
sampai dengan ukuran setahun. Pada tahap awal dari kepiting lunak tersebut
merupakan kondisi yang benar-benar lemah dan rawan terhadap pemangsaan
predator, sehingga untuk beberapa hari berikutnya kepiting dan cangkang yang
lunak akan tetap berbenam diri ke dalam sedimen/lumpur sementara kulit yang
baru mengembang dan semakin mengeras. Karena itu sudah menjadi pengetahuan umum
bahwa kepiting lunak sangat jarang tertangkap dengan alat tangkap yang
dilengkapi dengan upan. Dalam beberapa hari kemudian, kepiting lunak akan
aktif, dapat menghindar dari predator dan bahkan sudah dapat aktif mencari
makan. Dalam dua hingga tiga minggu cangkangnya akan mengeras dan dagingnya
tumbuh mengisi cangkang baru yang lebih besar. Selama fase itu, kepiting lunak
menjadi sangat berpeluang untuk tertangkap dengan perangkap dan rawan terhadap
kerusakan cangkangnya.
Mengapa kepiting lunak bila tertangkap
sebaiknya dilepas kembali ke alam?
Kepiting lunak hanya menghasilkan daging kurang dari 20%.
Menangkap kepiting pada kondisi cangkang keras dan memaksimumkan produksi untuk
jumlah kepiting tertentu. Disamping itu, kulitas daging dari kepiting cangkang
lunak sangat rendah dibandingkan dengan kepiting cangkang keras. Masyarakat
mengenal daging kepiting demikian dengan daging berair, lembek, tidak
bertekstur, bahkan menyatu seperti jelli sehingga tidak jarang hanya dibuang.
Dengan melepaskan kembali kepiting cangkang lunak yang tertangkap ke alam
dengan hati-hati, berarti akan memberikan kesempatan kepada kepiting untuk
mengeras dan dapat ditangkap di kemudian hari setelah kualitas dagingnya
maksimal.
Bagaimana membedakan antara kepiting
cangkang lunak dengan kepiting cangkang keras?
Kepiting lunak dapat di identifikasi dengan jalan
memijit/menekan secara perlahan bagian tubuh kepiting. Kepiting lunak yang
dipasarkan khusus untuk konsumsi adalah kepiting yang baru saja molting atau
paling tidak baru berumur 4 jam sejak molting. Pada kondisi demikian, bagian
cangkang kepiting pun lunak apalagi bagian tubuh yang lainnya.
Pada kondisi ini, kepiting belum mampu melakukan perlawanan
apabila diganggu sehingga di alam sangat rawan terhadap pemangsaan. Berbeda
dengan kepiting lunak yang biasanya tercampur dengan kepiting konsumsi yang
dijual dipasaran biasanya kondisinya sudah lebih baik. Cangkang dan bagian
tubuh yang lainnya sudah mengeras sehingga sudah bisa menghindar dan melawan
predator yang mengganggu. Identifikasi kepiting lunak seperti ini sudah jauh
lebih sulit karena hampir seluruh bagian tubuhnya sudah mengeras tetapi
sebenarnya isinya masih sangat sedikit dan tubuhnya sebagian besar masih terisi
dengan air. Untuk mengidentifiaksinya, maka beberapa pijitan dapat dilakukan
dibeberapa tempat seperti pada ruas pertama pada kaki-kaki jalan dan kaki
renang atau pada bagian dada kepiting. Apabila bagian-bagian tersebut lentur,
maka kepiting tersebut masih tergolong kepiting lunak. Di samping tanda-tanda
tersebut, orang yang berpengalaman dalam penanganan kepiting dapat mengetahui
bahwa kepiting yang kelihatan lebih ringan dibandingkan dengan bobot sebenarnya
pada umumnya adalah kepiting lunak. Tanda lain adalah bagian dada kepiting
lunak biasanya putih dan bersih, sedangkan kepiting keras biasanya lebih gelap,
kekuning-kuningan, kecoklatan dan bahkan sering ditempeli dengan teritip dan
alga.
Bagaimana memproduksi kepiting lunak
secara massal untuk konsumsi?
Salah satu sifat yang dimiliki krustase dalam pertumbuhannya
adalah ganti kulit atau dalam bahasa ilmiah dikenal dengan molting. Pada
kondisi ganti kulit, kulit krustase yang tadinya keras digantikan oleh kulit
yang lunak sehingga dikenal dengan “soft shelling crab” yang di Indonesia
kemudian disingkat menjadi ‘soka’. Karena kulitnya yang lunak, maka dia tidak
dapat mencapit dan mudah penanganannya. Kondisi lunak tersebut hanya bertahan
dalam waktu singkat kemudian berangsur-angsur mengeras kembali sebagaimana
layaknya kepiting normal sehingga perlu pengontrolan yang ketat. Produk ini
sebenarnya telah lama dikenal terutama untuk kepiting biru (blue crab)
Calinectes sapidus yang di tangkap dari alam namun karena penangkapan soka dari
alam ketersediaanya tidak menentu, maka kemudian dipikirkan untuk
dibudidayakan. Berbagai cara telah dilakukan untuk mempercepat terjadinya ganti
kulit pada kepiting bakau seperti dengan rangsangan melalui manipulasi makanan,
manipulasi lingkungan dan teknik pemotongan kaki. Hingga saat ini teknik
pemotongan kaki yakni dengan mematahkan capit dan kaki jalan kepiting masih
merupakan cara yang paling praktis yang dapat dilakukan untuk mempercepat
terjadinya pergantian kulit dan dan diterapkan secara massal. Dengan mematahkan
anggota badan kepiting, maka hormon pertumbuhannya akan memacu pembentukan
kembali anggota badan yang hilang. Dengan cara ini, kepiting muda dapat
berganti kulit dalam waktu 2-3 minggu tergantung pada kejelian di dalam memilih
kepiting yang sudah mendekati fase ganti kulit. Karena penggemar soka cukup
luas maka produk ini menjadi andalan oleh beberapa negara penghasil kepiting, harganya
pun cukup menggiurkan yakni 3-5 USD tergantung ukurannya. Semakin besar
ukurannya semakin tinggi pula harganya. Namun karena pergantian kulit kepiting
pada ukuran yang lebih kecil biasanya lebih cepat, maka pengembangan soka
biasanya diarahkan untuk kepiting muda dengan bobot 60-150 g/ekor.
Berdasarkan sifat ganti kulit kepiting diatas, maka sejak
tahun 90an, produksi kepiting soka telah mulai dikembangkan di Indonesia.
Walaupun secara ekonomis budidaya soka kelihatan menguntungkan, namun sebagian
besar pengusaha soka tidak bisa bertahan lama. Berbagai kendala dihadapi
terutama masalah pasar dan ketersediaan benih. Kebutuhan benih yang bersaing
dengan kebutuhan konsumsi menyebabkan harga benih di beberapa sentra
pengembangan menjadi mahal. Namun semakin membaiknya teknik pembenihan, maka di
masa yang akan datang diharapkan hal ini tidak lagi menjadi masalah. Sedangkan
masalah pemasaran, diharapkan dapat diformulasikan solusinya melalui
keterlibatan pembudidaya dan pemerintah.
Produksi soka dilakukan melalui beberapa tahapan seperti :
persiapan tambak, pemasangan keranjang sebagai wadah yang diapungkan di dalam
tambak, penebaran benih yang kaki-kakinya telah dipatahkan, pemberian pakan,
dan pengontrolan/panen.
Persiapan tambak dapat dilakukan sebagaimana persiapan tambak
untuk budidaya bandeng untuk menghasilkan lingkungan tambak yang baik.
Keranjang yang digunakan dapat berupa keranjang buah lengkeng yang disekat
dengan bilah bambu menjadi 6 kotak untuk pemeliharaan soka namun dengan harga
yang lebih mahal. Kotak khusus yang terbuat dari plastik tersebut memungkinkan
untuk melakukan pemeliharaan soka tanpa pemotongan kaki karena dilengkapi
dengan penutup yang kuat dan khusus sehingga kepiting tidak dapat keluar dari
kotak pemeliharaan. Keranjang atau kotak plastik tersebut kemudian dirangkai dan diapungkan di
dalam tambak. Satu hektar tambak dapat diisi sampai dengan 10.000 kotak atau
10.000 ekor kepiting. Setelah penebaran, dilakukan pemberian pakan berupa ikan
rucah dua kali dalam sehari sebanyak 5-10% dari bobot kepiting. Pengontrolan
kepiting ganti kulit dilakukan lebih intensif setelah pemeliharaan memasuki
minggu ke dua apabila dilakukan pemotongan kaki atau bulan kedua bila tanpa
pemotongan kaki untuk mengantisipasi adanya kepiting yang ganti kulit. Apabila
kepiting yang ganti kulit dibiarkan sampai 4 jam, maka kepiting lunak akan
mengeras secara perlahan. Dari 10.000 ekor yang dipelihara dengan pemotongan
kaki maka sejak minggu ketiga sampai dengan satu bulan biasanya terjadi
pergantian kulit sekitar 10% perhari sekitar 1000 ekor atau setara dengan
sekitar 100 kg per hari. Namun apabila tidak dilakukan pemotongan kaki maka
biasanya memasuki bulan kedua sampai dengan tiga bulan masa pemeliharaan akan
didapatkan kepiting lunak sebanyak sekitar 150 ekor atau setara dengan 15 kg
per hari. Kepiting yang dipanen biasanya dapat dipasarkan dalam keadaan hidup
maupun beku. Berdasarkan hasil pengkajian Balai Budidaya Air Payau Takalar
terhadap pengusaha soka di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa usaha ini menguntungkan
dengan R/C rasio 1,94 untuk skala <1000 ekor dan 2,24 untuk skala >1000
ekor.
Sumber : Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros
Tidak ada komentar:
Posting Komentar