Rabu, 15 Agustus 2018

PENGELOLAAN IKAN NAPOLEON


PENDAHULUAN
               
Pemanfaatan jenis ikan secara lestari adalah kegiatan pengelolaan yang dapat dilakukan terhadap jenis ikan baik yang berstatus dilindungi maupun tidak dilindungi.  Untuk dapat tercapainya upaya pemanfaatan jenis ikan secara lestari, maka dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada prinsip-prinsip kehati-hatian dan dasar-dasar ilmiah guna mencegah terjadinya kerusakan dan/atau degradasi populasi.
Ikan Napoleon (Chelines undulatus) adalah salah satu jenis ikan karang yang statusnya saat ini sudah masuk dalam Appendiks II CITES. Hal ini disebabkan pemanfaatan yang sudah berlebihan tanpa mengingat keseimbangan populasi di alam. Ikan ini memiliki nilai jual yang sangat fantastis dibanding dengan ikan karang lainnya dan permintaan pasar akan ikan ini tidak pernah turun. Pasar tertinggi adalah Hong Kong dan China.
Ikan Napoleon di Indonesia dikenal dengan berbagai nama seperti Maming (Maluku, Papua), Bele bele (P.Derawan, Kalimantan), Mengkait (Anambas, Natuna), Langkowe (Sulawesi Selatan). Ikan ini  berumur panjang dapat mencapai 30 tahun dan termasuk ikan dengan pertumbuhan yang cukup lambat, masak kelamin pertama pada usia 5-7 tahun, dengan rata-rata pertambahan anakannya rendah.
Dalam menyikapi perkembangan terbaru dalam status perikanan dan pemanfaatan ikan Napoleon, pemerintah merasa perlu melakukan inisiatif perlindungan ikan Napoleon.  Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, Nomor  PER.03/MEN/2010, tentang tata cara penetapan status perlindungan jenis ikan menjadi pintu masuk penetapan regulasi perlindungan terbaru ikan Napoleon. 

DISKRIPSI NAPOLEON
KARAKTERISTIK MORFOLOGI
Ikan Napoleon merupakan salah satu jenis ikan karang yang dapat dikenal melalui ciri khas yang unik dibanding jenis lain dalam kelompok Labridae maupun semarganya Cheilinus. Sebagaimana  kebanyakan ikan karang, ikan Napoleon tidak hanya mengalami perubahan jenis kelamin saat usia dewasa (bersifat hermaprodite protogynus), tetapi juga memiliki ciri-ciri morfologi yang berbeda antara fase anakan dan fase dewasa, serta warna pun juga mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya umur ikan Napoleon.  Gambar 1 di bawah menunjukkan ciri-ciri bentuk luar untuk mengenalinya lebih baik. 

Gambar 1. Perbedaan morfologi antara ikan Napoleon fase juwana dan dewasa.

Ikan Napoleon bersifat diurnal artinya aktif mencari makan pada siang hari dan malam hari istirahat di dalam lubang atau gua di karang bagian tubir atau dinding. Karena itu sangat rentan pada penangkapan malam hari dan mengalami ancaman terbesar dari perikanan sianida (racun potas). 
Secara alami ikan Napoleon kecil adalah pemalu tetapi tidak tergolong kriptik (tersembunyi). Anakan yang berukuran 1 inci sering terlihat di ganggang laut, lamun atau di karang bercabang di perairan dangkal. Ikan Napoleon dewasa mendiami area yang lebih dalam di lereng terumbu dan sering dijumpai muncul tiba-tiba di dekat penyelam.
Pada musim memijah, ikan Napoleon hidup dalam kelompok dengan wilayah jelajah relatif sempit dan ditandai oleh adanya pejantan besar. Di luar musim memijah, ikan ini cenderung hidup individual atau soliter dimana pergerakannya sampai 1 km jauhnya. 
Ikan Napoleon ini dapat hidup sampai 25 tahun lebih. Ikan Napoleon betina memiliki tingkat harapan hidup lebih tinggi dari yang jantan. Betina mulai mengalami matang gonad pada umur empat sampai enam tahun (pada saat ukurannya berikisar antara 35 – 45 cm). Seperti ikan karang jenis lainnya, ikan Napoleon dewasa juga melakukan pemijahan (spawning) di perairan yang berkarang pada waktu-waktu tertentu dan di lokasi-lokasi tertentu setiap tahunnya.

ANCAMAN PEMANFAATAN
Perikanan ikan Napoleon saat ini mengalami tekanan penangkapan yang tinggi dan sekaligus merusak habitat hidup ikan itu sendiri, sehingga kondisi yang demikian tidak memberikan kesempatan sama sekali terhadap regenerasi populasinya.
Untuk memperbaiki kondisi perikanan tersebut dibutuhkan perbaikan kebijakan, khususnya dalam intensitas input usaha perikanan sampai pilihan atas tata cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan (maraknya penggunaan potasium sianida). Selain itu diperlukan juga peningkatan pengawasan untuk mempersempit peluang kegiatan Destructive Fishing dan IUU Fishing.

EKOLOGI
 Ikan napoleon diketahui menyebar pada wilayah terumbu karang antara perairan Samudera Hindia bagian barat sampai wilayah Indo-Pasifik (Gambar 2). Berdasarkan catatan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) (CITES, 2004), napoleon dikatakan berada dalam 48 wilayah jurisdiksi negara dan teritori. Indonesia termasuk negara yang paling dominan sebagai wilayah penyebaran ikan napoleon di dunia. Namun dia termasuk mendapat tekanan dari penangkapan berlebih (over-fishing).
Survei Yvonne Sadovy di Derawan, Banda dan beberapa tempat lainnya mendapatkan kepadatan ikan napoleon yang bervariasi antara 0,01 – 1,0 # ha-1. Bahkan untuk mendapatkan sampel yang dianggap bisa mewakili, Sadovy harus menyelam pada hamparan karang sepanjang 6 km. Pada kondisi terumbu karang yang tidak mengalami tekanan penangkapan (atau tingkat pemanfaatan rendah), kepadatan ikan napoleon bisa mencapai 10 # ha-1.Perbedaan ini dijadikan sebagai indikator awal terjadinya penangkapan berlebih (over-fishing) ikan napoleon di Indonesia.

PEMANGSA MAHKOTA BINTANG BERDURI
Mahkota bintang berduri atau crown-of-thorn Starfish, Acanthaster planci (Linnaeus, 1758) ialah organisme yang tergolong dalam phylum Echinodermata, subphylum Asterozoa, class Asteroidea, ordo Valvatida dan famili Acanthasteridae. Spesies ini mempunyai ukuran terbesar kedua setelah jenis bintang laut bunga matahari (sun flower sea star). Jenis makanan utamanya ialah coral polyp dan aktif mencari makan pada saat malam hari (nocturnal). Pada siang hari dia akan berlindung dari sinar dengan menempel pada bagian bawah karang. Keberadaan mahkota bintang berduri sangat mudah diduga dari adanya spot bleaching pada karang, terutama dari kelompok Acropora spp. Nama crown-of-thorn sangat terkenal karena seluruh tubuh bagian atas ditutupi oleh duri yang mengandung racun. Keistimewaan lain dari jenis binatang ini ialah kemampuannya untuk melakukan pembelahan vegetatif. Jika kita memotong mahkota berduri di dalam air (menjadi bagian atau potongan yang lebih kecil dengan maksud untuk membunuh binatang ini), masing-masing potongan bisa tumbuh sebagai individu baru dan menyebabkan serangan yang berlipat. Satu individu bintang berduri dewasa bisa memangsa terumbu karang seluas 6 m2 dalam setahun. Jika terjadi kekurangan makanan, mahkota bintang berduri bisa bertahan sampai periode waktu 6 (enam) bulan.




Gambar 2.  Wilayah penyebaran (distribusi) ikan napoleon secara umum di dunia (wilayah ini harus ditumpang susun dengan sebaran terumbu karang) (Sumber: setelah CITES,2004)

PENGELOLAAN NAPOLEON

Dalam perjalanan waktu, pengelolaan sumberdaya ikan Napoleon mengalami jatuh bangun dari sisi status dan eksploitasinya. Perkembangan pengelolaan perikanan Napoleon di bawah ini memberikan ringkasan dari kondisi tersebut.

TAHUN
PERISTIWA
1980an
  • Napoleon mulai menjadi komoditas ekonomi tinggi
  • perburuan meningkat dan produksi yang meningkat tajam dari tahun ke tahun
  • pola penangkapan di berbagai wilayah disinyalir merusak lingkungan
  • terbit PP Nomor 9 Tahun 1985 tentang pelarangan penangkapan dengan cara merusak
1990an
  • penurunan populasi mulai terjadi di wilayah penangkapan di perairan indonesia
  • Keputusan Dirjen Perikanan No. HK.330/Dj.8259/95 tentang ukuran, lokasi dan tata cara penangkapan ikan Napoleon.

  • Kemudian diperbaharui dengan Deklarasi Dirjen Perikanan No. HK.330/S3.6631/96 tentang  perubahan ukuran tangkap
  • Pembesaran benih alam di keramba apung mulai digalakan di Anambas.
  • Pembesaran benih alam di keramba apung mulai digalakan di Anambas.
2000an
  • Pengendalian dengan sistem kuota mulai diperkenalkan (Tabel 2).
  • Sampai dengan 2009 besaran Kuota stabil meskipun realisasinya menurun.
  • Ilegal fishing mulai terjadi yang ditandai dengan membanjirnya Napoleon asal Indonesia di pasar Hongkong, sementara nilai realisasi kuota semakin menurun
  • Panen ikan napoleon mulai tidak didasari oleh kaidah perikanan berkelanjutan, di beberapa wilayah terjadi penangkapan berlebih.
  • Ikan Napoloen masuk dalam Appendix II CITES dan perdagangannya masuk dalam aturan CITES (2004)
  • Status ikan Napoleon menjadi ikan rawan punah

2010an
  • Permen KP nomor  PER.03/MEN/2010 diterbitkan sebagai dasar dalam menentukan regulasi perlindungan biota rawan punah.
  • Terbentuk kesepakatan bahwa ikan Napoleon adalah jenis yang harus dikonservasi.
  • Monitoring lebih dintensifkan dan diketahui bahwa kepadatan ikan Napoleon di alam tergolong kritis di semua wilayah Indonesia.
  • IUU Fishing semakin tidak terkendali.
  • Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 37 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) diterbitkan untuk mengganti regulasi terdahulu yang dianggap usang.
Harga ikan Napoleon diketahui menurun di beberapa wilayah dan berpengaruh pada pemanfaatannya.

PEMBINAAN (PELATIHAN, PENYULUHAN)

Pembinaan yang wajib dilakukan kepada para pemanfaat ikan Napoleon antara lain:

  • Pembinaan dilakukan sesuai dengan kewenangan dan tupoksi masing-masing lembaga.
  • Kepala UPT wajib melakukan pembinaan kepada para pengambil atau penangkap ikan Napoleon, para pengumpul terdaftar dan para pemegang izin pengusahaan ikan Napoleon secara berkala di wilayahnya masing-masing.
  • Pemegang izin pengusahaan ikan Napoleon wajib memberikan pembinaan, pelatihan dan pendidikan ketrampilan yang menyangkut penangkapan serta isu-isu konservasi jenis dan lingkungan kepada para pengambil atau penangkap,  melalui kerja sama dengan Dinas dan atau Organisasi non Pemerintah bidang lingkungan hidup.
  • Para pemegang izin pengusahaan jenis ikan luar negeri (eksportir) bersama-sama dengan UPT setempat wajib melakukan pembinaan kepada para pemegang izin pengusahaan jenis ikan dalam negeri dan para pengumpul terdaftar.
  • Direktur Jenderal wajib melakukan pembinaan kepada para UPT, para pemegang izin pengusahaan jenis ikan ke dan dari luar negeri, dan para asosiasi pemanfaat jenis ikan.

PENGENDALIAN
Pengendalian pemanfaatan ikan Napoleon dilakukan melalui :
·         Pengendalian Pengangkutan atau Pengiriman Dalam Negeri oleh kepala UPT meliputi :
1.  Kepemilikan spesimen ikan Napoleon
2. Bukti-bukti sah yang menunjukkan bahwa ikan Napoleon dimaksud berasal dari sumber yang legal.
·         Pengendalian Pengangkutan Ekspor dilakukan melalui :
1. Pemeriksaan dan pemantauan perizinan yang berlaku.
2. Pemeriksaan perizinan yang dilakukan dengan pemeriksaan silang antara dokumen dengan bukti fisik jenis ikan.

PENGAWASAN

Pengawasan pemanfaatan ikan Napoleon dilakukan bersama oleh aparat pemerintah dan dibantu oleh masyarakat dalam hal ini POKMASWAS. Koordinasi antar aparat pemerintah dalam pengawasan pemanfaatan sumberdaya dikoordinasikan oleh penyidik PPNS (baik KKP maupun dinas).

Mekanisme pengawasan :
1. Melakukan koordinasi antar sektor saat melakukan pengawasan agar berjalan secara optimal
2. Mengawasi secara rutin dan berkala metode-metode penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat dan           pihak Iainnya yang berkaitan dengan alat tangkap, cara tangkap, ukuran dan jumlah yang ditangkap.
3. Mengadakan pengawasan secara periodik dan berkala untuk memonitor pelaksanaan penegakan  
     aturan/hukum termasuk pemberantasan pungutan-pungutan liar
4. Memberikan penghargaan terhadap masyarakat dan pihak lain yang menaati hukum dan sanksi terhadap 
     yang melanggar (teguran, sanksi administrasi atau pencabutan surat izin)
5. Membuat laporan BAP hasil pengawasan dan di informasikan kepada UPT atau Balai.


DAFTAR PUSTAKA
CITES. 2004. Amendments to Appendices I and II of CITES [proposal]. Convention on the International Trade in Endangered Species, 13th Meeting of the Conference of the Parties. 42 pp.
Colin, P.L. 2006. Underwater visual census of Cheilinus undulatus (humphead wrasse, Napoleon fish) in three areas of Indonesian waters, 2005. Annex II. In: Development of fisheries management tools for trade in humphead wrasse, Cheilinus undulatus, in compliance with Article IV of CITES. Final Report CITES Project 2006 No. A-254. Sadovy (Ed). Convention on the International Trade in Endangered Species, AC22 Inf. 5, p. 47.
Colin, P.L., T.J. Donaldson & L.E. Martin. 2005. GPS Density Surveys: A New Method for Quantitatively Assessing Reef Fish Spawning Aggregations (and other populations of reef fishes). (Abs.) Seventh Indo-Pacific Fish Conference, Taipei.
Donaldson, T. J. & Y. Sadovy. 2001 Threatened Fishes of The World : Cheilinus undulatus Ruppell, 1835 (Labridae). Env. Biol. Fish. 62: 428.
Edrus, I.N. 2011. Kebijakan Moratorium Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus Ruppell 1835). Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, Vol 3 (2) : 115 – 133.
Edrus, I.N., S.R. Suharti, & Y. Sadovy. 2013. Perkembangan Kepadatan Ikan Napoleon (Chaeilinus undulatus) Pasca Penutupan Penangkapan di Perairan Karas, Fak Fak, Papua. Laporan Intern KP3K-KKP. 14 hal. (Unpublished, in printing)
Gillett, R. 2010. Monitoring and Management of the Humphead Wrasse, Cheilinus undulatus. FAO Fisheries and Aquaculture Circular No. 1048, Rome. 62pp.
CITES. 2004. Amendments to Appendices I and II of CITES [proposal]. Convention on the International Trade in Endangered Species, 13th Meeting of the Conference of the Parties.
Sabater, M., 2010. Mapping and assessing critical habitats for the Pacific Humphead Wrasse (Cheilinus undulatus). Honolulu, Western Pacific Regional Fishery Management Council.
Sadovy, Y., M. Kulbicki, P. labrosse, Y. letourneu, P. Lokani & T.J. Donaldson, 2004. Reviews in Fish Biology and Fisheries 13: 327–364
Sadovy, Y., & S. Suharti, 2008. Napoleon fish, Cheilinus undulatus, Indonesia. Mexico. NDF Workshop Case Study 3., 13pp.
Sluka, R.D., 2005. Humphead wrasse (Cheilinus undulatus) abundance and size structure among coral reef habitat in Maldives. Atoll Research Bulletin 538:191-198


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  MENGENAL IKAN SCORPION Mengingat permintaan ikan hias dari tahun ketahun terus meningkat, maka Ikan  Skorpion Volitan (Pterois ...