PENDAHULUAN
Pemanfaatan jenis
ikan secara lestari adalah kegiatan pengelolaan yang dapat dilakukan terhadap
jenis ikan baik yang berstatus dilindungi maupun tidak dilindungi. Untuk dapat tercapainya upaya pemanfaatan
jenis ikan secara lestari, maka dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada
prinsip-prinsip kehati-hatian dan dasar-dasar ilmiah guna mencegah terjadinya
kerusakan dan/atau degradasi populasi.
Ikan Napoleon (Chelines undulatus) adalah salah satu jenis ikan
karang yang statusnya saat ini sudah masuk dalam Appendiks II CITES. Hal ini disebabkan pemanfaatan yang
sudah berlebihan tanpa mengingat keseimbangan populasi di alam. Ikan ini
memiliki nilai jual yang sangat fantastis dibanding dengan ikan karang lainnya
dan permintaan pasar akan ikan ini tidak pernah turun. Pasar tertinggi adalah
Hong Kong dan China.
Ikan Napoleon di
Indonesia dikenal dengan berbagai nama seperti Maming (Maluku, Papua), Bele
bele (P.Derawan, Kalimantan), Mengkait (Anambas, Natuna), Langkowe (Sulawesi
Selatan). Ikan
ini berumur panjang dapat mencapai 30
tahun dan termasuk ikan dengan pertumbuhan yang cukup lambat, masak kelamin
pertama pada usia 5-7 tahun, dengan rata-rata pertambahan anakannya rendah.
Dalam
menyikapi perkembangan terbaru dalam status perikanan dan pemanfaatan ikan
Napoleon, pemerintah merasa perlu melakukan inisiatif perlindungan ikan
Napoleon. Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan, Nomor PER.03/MEN/2010,
tentang tata cara penetapan status perlindungan jenis ikan menjadi pintu masuk
penetapan regulasi perlindungan terbaru ikan Napoleon.
DISKRIPSI
NAPOLEON
KARAKTERISTIK MORFOLOGI
Ikan
Napoleon merupakan salah satu jenis ikan karang yang dapat dikenal melalui ciri
khas yang unik dibanding jenis lain dalam kelompok Labridae maupun semarganya
Cheilinus. Sebagaimana kebanyakan ikan karang, ikan Napoleon tidak hanya mengalami
perubahan jenis kelamin saat usia dewasa (bersifat hermaprodite protogynus),
tetapi juga memiliki ciri-ciri morfologi yang berbeda antara fase anakan dan
fase dewasa, serta warna pun juga mengalami perubahan seiring dengan
bertambahnya umur ikan Napoleon. Gambar
1 di bawah menunjukkan ciri-ciri bentuk luar untuk mengenalinya lebih
baik.
Gambar 1. Perbedaan morfologi antara ikan Napoleon fase
juwana dan dewasa.
Ikan Napoleon bersifat diurnal artinya aktif mencari
makan pada siang hari dan malam hari istirahat di dalam lubang atau gua di
karang bagian tubir atau dinding. Karena itu sangat rentan pada penangkapan
malam hari dan mengalami ancaman terbesar dari perikanan sianida (racun
potas).
Secara alami ikan Napoleon kecil adalah pemalu tetapi
tidak tergolong kriptik (tersembunyi). Anakan yang berukuran 1 inci sering terlihat
di ganggang laut, lamun atau di karang bercabang di perairan dangkal. Ikan
Napoleon dewasa mendiami area yang lebih dalam di lereng terumbu dan sering
dijumpai muncul tiba-tiba di dekat penyelam.
Pada musim memijah, ikan Napoleon hidup dalam kelompok
dengan wilayah jelajah relatif sempit dan ditandai oleh adanya pejantan besar.
Di luar musim memijah, ikan ini cenderung hidup individual atau soliter dimana
pergerakannya sampai 1 km jauhnya.
Ikan Napoleon ini dapat hidup sampai 25 tahun lebih. Ikan
Napoleon betina memiliki tingkat harapan hidup lebih tinggi dari yang jantan.
Betina mulai mengalami matang gonad pada umur empat sampai enam tahun (pada
saat ukurannya berikisar antara 35 – 45 cm). Seperti ikan karang jenis lainnya,
ikan Napoleon dewasa juga melakukan pemijahan (spawning) di perairan yang
berkarang pada waktu-waktu tertentu dan di lokasi-lokasi tertentu setiap
tahunnya.
ANCAMAN PEMANFAATAN
Perikanan ikan Napoleon saat ini mengalami tekanan
penangkapan yang tinggi dan sekaligus merusak habitat hidup ikan itu sendiri,
sehingga kondisi yang demikian tidak memberikan kesempatan sama sekali terhadap
regenerasi populasinya.
Untuk memperbaiki kondisi perikanan tersebut dibutuhkan
perbaikan kebijakan, khususnya dalam intensitas input usaha perikanan sampai
pilihan atas tata cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan (maraknya
penggunaan potasium sianida). Selain itu diperlukan juga peningkatan pengawasan
untuk mempersempit peluang kegiatan Destructive Fishing dan IUU Fishing.
EKOLOGI
Ikan
napoleon diketahui menyebar pada wilayah terumbu karang antara perairan
Samudera Hindia bagian barat sampai wilayah Indo-Pasifik (Gambar 2).
Berdasarkan catatan CITES (Convention on International Trade in Endangered
Species) (CITES, 2004), napoleon dikatakan berada dalam 48 wilayah jurisdiksi
negara dan teritori. Indonesia termasuk negara yang paling dominan sebagai
wilayah penyebaran ikan napoleon di dunia. Namun dia termasuk mendapat tekanan
dari penangkapan berlebih (over-fishing).
Survei Yvonne Sadovy di Derawan, Banda dan beberapa
tempat lainnya mendapatkan kepadatan ikan napoleon yang bervariasi antara 0,01
– 1,0 # ha-1. Bahkan untuk mendapatkan sampel yang dianggap bisa mewakili,
Sadovy harus menyelam pada hamparan karang sepanjang 6 km. Pada kondisi terumbu
karang yang tidak mengalami tekanan penangkapan (atau tingkat pemanfaatan
rendah), kepadatan ikan napoleon bisa mencapai 10 # ha-1.Perbedaan ini
dijadikan sebagai indikator awal terjadinya penangkapan berlebih (over-fishing)
ikan napoleon di Indonesia.
PEMANGSA MAHKOTA BINTANG BERDURI
Mahkota bintang berduri atau crown-of-thorn Starfish,
Acanthaster planci (Linnaeus, 1758) ialah organisme yang tergolong dalam phylum
Echinodermata, subphylum Asterozoa, class Asteroidea, ordo Valvatida dan famili
Acanthasteridae. Spesies ini mempunyai ukuran terbesar kedua setelah jenis
bintang laut bunga matahari (sun flower sea star). Jenis makanan utamanya ialah
coral polyp dan aktif mencari makan pada saat malam hari (nocturnal). Pada
siang hari dia akan berlindung dari sinar dengan menempel pada bagian bawah
karang. Keberadaan mahkota bintang berduri sangat mudah diduga dari adanya spot
bleaching pada karang, terutama dari kelompok Acropora spp. Nama crown-of-thorn
sangat terkenal karena seluruh tubuh bagian atas ditutupi oleh duri yang
mengandung racun. Keistimewaan lain dari jenis binatang ini ialah kemampuannya
untuk melakukan pembelahan vegetatif. Jika kita memotong mahkota berduri di
dalam air (menjadi bagian atau potongan yang lebih kecil dengan maksud untuk
membunuh binatang ini), masing-masing potongan bisa tumbuh sebagai individu
baru dan menyebabkan serangan yang berlipat. Satu individu bintang berduri
dewasa bisa memangsa terumbu karang seluas 6 m2 dalam setahun. Jika terjadi
kekurangan makanan, mahkota bintang berduri bisa bertahan sampai periode waktu
6 (enam) bulan.
Gambar 2. Wilayah
penyebaran (distribusi) ikan napoleon secara umum di dunia (wilayah ini harus
ditumpang susun dengan sebaran terumbu karang) (Sumber: setelah CITES,2004)
PENGELOLAAN
NAPOLEON
Dalam perjalanan waktu, pengelolaan sumberdaya ikan
Napoleon mengalami jatuh bangun dari sisi status dan eksploitasinya.
Perkembangan pengelolaan perikanan Napoleon di bawah ini memberikan ringkasan
dari kondisi tersebut.
TAHUN
|
PERISTIWA
|
1980an
|
|
1990an
|
|
2000an
|
|
2010an
|
Harga ikan Napoleon diketahui menurun di beberapa wilayah dan berpengaruh
pada pemanfaatannya.
|
PEMBINAAN (PELATIHAN, PENYULUHAN)
Pembinaan yang wajib dilakukan kepada para pemanfaat ikan
Napoleon antara lain:
- Pembinaan dilakukan sesuai dengan kewenangan dan
tupoksi masing-masing lembaga.
- Kepala UPT wajib melakukan pembinaan kepada para
pengambil atau penangkap ikan Napoleon, para pengumpul terdaftar dan para
pemegang izin pengusahaan ikan Napoleon secara berkala di wilayahnya
masing-masing.
- Pemegang izin pengusahaan ikan Napoleon wajib
memberikan pembinaan, pelatihan dan pendidikan ketrampilan yang menyangkut
penangkapan serta isu-isu konservasi jenis dan lingkungan kepada para
pengambil atau penangkap, melalui
kerja sama dengan Dinas dan atau Organisasi non Pemerintah bidang
lingkungan hidup.
- Para pemegang izin pengusahaan jenis ikan luar
negeri (eksportir) bersama-sama dengan UPT setempat wajib melakukan
pembinaan kepada para pemegang izin pengusahaan jenis ikan dalam negeri
dan para pengumpul terdaftar.
- Direktur Jenderal wajib melakukan pembinaan kepada
para UPT, para pemegang izin pengusahaan jenis ikan ke dan dari luar
negeri, dan para asosiasi pemanfaat jenis ikan.
PENGENDALIAN
Pengendalian pemanfaatan ikan Napoleon dilakukan melalui
:
·
Pengendalian
Pengangkutan atau Pengiriman Dalam Negeri oleh kepala UPT meliputi :
1. Kepemilikan
spesimen ikan Napoleon
2. Bukti-bukti sah yang menunjukkan bahwa ikan Napoleon
dimaksud berasal dari sumber yang legal.
·
Pengendalian
Pengangkutan Ekspor dilakukan melalui :
1. Pemeriksaan dan pemantauan perizinan yang berlaku.
2. Pemeriksaan perizinan yang dilakukan dengan
pemeriksaan silang antara dokumen dengan bukti fisik jenis ikan.
PENGAWASAN
Pengawasan pemanfaatan ikan Napoleon dilakukan bersama
oleh aparat pemerintah dan dibantu oleh masyarakat dalam hal ini POKMASWAS.
Koordinasi antar aparat pemerintah dalam pengawasan pemanfaatan sumberdaya
dikoordinasikan oleh penyidik PPNS (baik KKP maupun dinas).
Mekanisme pengawasan :
1. Melakukan koordinasi antar sektor saat melakukan
pengawasan agar berjalan secara optimal
2. Mengawasi secara rutin dan berkala metode-metode
penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat dan pihak Iainnya yang berkaitan
dengan alat tangkap, cara tangkap, ukuran dan jumlah yang ditangkap.
3. Mengadakan pengawasan secara periodik dan berkala
untuk memonitor pelaksanaan penegakan
aturan/hukum termasuk pemberantasan
pungutan-pungutan liar
4. Memberikan penghargaan terhadap masyarakat dan pihak
lain yang menaati hukum dan sanksi terhadap
yang melanggar (teguran, sanksi
administrasi atau pencabutan surat izin)
5. Membuat laporan BAP hasil pengawasan dan di
informasikan kepada UPT atau Balai.
DAFTAR PUSTAKA
CITES. 2004. Amendments to Appendices I and II of CITES [proposal].
Convention on the International Trade in Endangered Species, 13th Meeting of
the Conference of the Parties. 42 pp.
Colin, P.L. 2006.
Underwater visual census of Cheilinus undulatus (humphead wrasse, Napoleon
fish) in three areas of Indonesian waters, 2005. Annex II. In: Development of
fisheries management tools for trade in humphead wrasse, Cheilinus undulatus,
in compliance with Article IV of CITES. Final Report CITES Project 2006 No.
A-254. Sadovy (Ed). Convention on the International Trade in Endangered
Species, AC22 Inf. 5, p. 47.
Colin, P.L., T.J. Donaldson & L.E. Martin. 2005. GPS Density Surveys: A
New Method for Quantitatively Assessing Reef Fish Spawning Aggregations (and
other populations of reef fishes). (Abs.) Seventh Indo-Pacific Fish Conference,
Taipei.
Donaldson, T. J. & Y. Sadovy. 2001 Threatened Fishes of The World :
Cheilinus undulatus Ruppell, 1835 (Labridae). Env. Biol. Fish. 62: 428.
Edrus, I.N. 2011. Kebijakan Moratorium Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus
Ruppell 1835). Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, Vol 3 (2) : 115 – 133.
Edrus, I.N., S.R. Suharti, & Y. Sadovy. 2013. Perkembangan Kepadatan
Ikan Napoleon (Chaeilinus undulatus) Pasca Penutupan Penangkapan di Perairan
Karas, Fak Fak, Papua. Laporan Intern KP3K-KKP. 14 hal. (Unpublished, in
printing)
Gillett, R. 2010. Monitoring and Management of the Humphead Wrasse,
Cheilinus undulatus. FAO Fisheries and Aquaculture Circular No. 1048, Rome.
62pp.
CITES. 2004. Amendments to Appendices I and II of CITES [proposal].
Convention on the International Trade in Endangered Species, 13th Meeting of
the Conference of the Parties.
Sabater, M., 2010. Mapping and assessing critical habitats for the Pacific
Humphead Wrasse (Cheilinus undulatus). Honolulu, Western Pacific Regional
Fishery Management Council.
Sadovy, Y., M. Kulbicki, P. labrosse, Y. letourneu, P. Lokani & T.J.
Donaldson, 2004. Reviews in Fish Biology and Fisheries 13: 327–364
Sadovy, Y., & S. Suharti, 2008. Napoleon fish, Cheilinus undulatus,
Indonesia. Mexico. NDF Workshop Case Study 3., 13pp.
Sluka, R.D., 2005. Humphead wrasse (Cheilinus undulatus) abundance and size
structure among coral reef habitat in Maldives. Atoll Research Bulletin
538:191-198
Tidak ada komentar:
Posting Komentar