Senin, 19 Juni 2017

PEMBENIHAN IKAN MAS

I.     PENDAHULUAN

Pengembangan sektor perikanan bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan dalam menunjang penumbuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan, perluasan kesempatan kerja dan usaha serta agrobisnis.
Salah satu komoditas perikanan yang mempunyai prospek yang baik dan potensial untuk dibudidayakan adalah ikan mas (Cyprinus carpio).
Produksi ikan mas harus didukung oleh ketersediaan benih yang tepat jumlah, waktu, ukuran, jenis dan mutu. Produksi benih dapat ditingkatkan melalui metode intensifikasi, yaitu upaya peningkatan kapasitas unit produksi melalui penambahan input hingga mencapai efektivitas dan efisiensi dalam penggunaanya. 

II.  BIOLOGI

Secara sistematis ikan mas termasuk dalam kelas Osteichthyes, ordo Cypriniformes, famili Cyprinidae, spesies Cyprinus carpio.
Ciri-ciri fisik ikan mas adalah bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak (comressed). Secara umum hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi oleh sisik, kecuali beberapa varietas yan memiliki sedikit sisik. Selain itu, tubuh ikan mas dilengkapi dengan sirip punggung (dorsal) memenjang dan dibagian belakangnya berjari keras yang terletak berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Sirip dubur (anal) mempunyai ciri seperti sirip punggung, yakni berjari, keras dan bergerigi. Garis rusuk atau gurat sisi (linea literalis) pada ikan mas berada dipertengahan tubuh dengan posisi melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor. 

III.       PEMBENIHAN

A.    Pemeliharaan dan Pengelolaan Induk

Ø Secara genetik, kulaitas benih ikan mas sangat ditentukan oleh kualitas induknya. Induk yang baik akan menghasilkan keturunan yang sebagian besar sama atau identik dengan induknya.

Ø Induk yang dipelihara di dalam kolam pematangan induk diberi pakan dengan kandungan protein diatas 25%, lemak 6-7%. Selain itu, diperlukan juga vitamin E sebanyak 10 g per 100 kg pakan yang diberikan sebanyak 3% dari berat total ikan setiap hari.

Ø Kolam jantan terpisah dari kolam betina, agar mencegah terjadinya pemijahan secara liar yang mengakibatkan rendahnya mutu benih yang dihasilkan.

B.    Pemijahan

Ø Persiapan Wadah Pemijahan

·  Wadah atau media tempat pemijahan berupa bak beton dengan ukuran 4 m x 8 m.

·      Hapa berukuran 1 m x 3 m x 6 m dipasang di dalam bak pemijahan tersebut, selanjutnya diisi air dengan ketinggian 60 cm – 80 cm dari dasar bak .

·       Memasukkan ijuk/ kakaban kedalam bak pemijahan sebagai substrat menempelnya telur -  telur ikan mas.

  Ø Seleksi Induk Matang Gonad

·   Proses pemijahan

Perbandingan antara induk betina dan jantan dalam satu wadah penijahan adalah 1:2. Artinya untuk setiap 1 kilogram betina akan dipijahkan dengan 2 kilogram jantan. Secara alami, pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar. Pada keesokan hari, sekitar jam 06.00 pagi setelah proses pemijahan, induk jantan dan betina harus diangkat dari bak pemijahan dan dikembalikan ke kolam pemeliharaan induk. 

·    Penetasan telur

Setelah induk memijah, kakaban yang sudah dipenuhi telur dibiarkan selama 2 – 3 hari hingga menetas menjadi larva. Telur ikan mas berbentuk bulat, berwarna bening, berdiameter 1,5 – 1,8 mm, dan berbobot 0,17 – 0,20 mg. Larva ikan mas bersifat menempel dan bergerak vertikal. Ukuran larva antara 0,5 – 0,6 mm dan bobotnya antara 18 – 20 mg.

Ø Pemeliharaan dan Pengelolaan Benih

Setelah 5 – 7 hari sejak menetas, larva siap ditebar ke kolam pendederan yang tentunya telah dipersiapkan sesuai standar yang ditentukan untuk memperoleh hasil benih yang baik. Pendederan ikan mas dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :
1.   Tahap pendedaran I, yaitu umur benih yang ditebar berkisar 5 – 7 hari sejak menetas (ukuran 1 – 1,5 cm, bobot 18 – 20 mg/ekor); jumlah benih yang ditebar = 100 – 200 ekor/m2; lama pemeliharaan 21 hari; ukuran benih menjadi 2 – 3 cm dengan kisaran bobot 0,5 – 1 gr/ekor. Selama pemeliharaan, perlu penambahan makanan berupa dedak halus 20% dari biomassa. Tingkat kelulusan hidup (SR) 40%.
2.   Tahap pendederan II, yaitu umur benur setelah pemeliharaan tahap I selesai, jumlah benih yang ditebar = 50 – 75 ekor/m2, lama pemeliharaan 28 hari; ukuran benih menjadi 3 – 5 cm dengan kisaran bobot 2,5 – 3 gr/ekor; perlu penambahan makanan berupa dedak halus 10% dari biomassa. Tingkat kelulusan hidup (SR) 60%.
3.   Tahap pendederan III, yaitu umur benih setelah pemeliharaan tahap II selesai; jumlah benih yang ditebar = 25 – 50 ekor/m2, lama pemeliharaan 28 hari; ukuran benih menjadi 5 – 8 cm dengan bobot 5 – 7 gr/ekor; perlu pemberian pellet ukuran 2 mm 5% dari biomassa. Tingkat kelulusan hidup (SR) 80%.
4.   Tahap pendederan IV, yaitu umur benih setelah pemeliharaan tahap III selesai; jumlah benih yang ditebar = 5 – 10 ekor/m2, lama pemeliharaan 28 hari; ukuran benih menjadi 8 – 12 cm dengan bobot 10 – 15 gr/ekor, perlu pemberian pellet ukuran 2 mm 4% dari biomassa. Tingkat kelulusan hidup (SR) 90%.
IV. PENYAKIT
Jenis penyakit yang sering ditemukan pada pembenihan ikan mas antara lain:
Ø     Bintik putih (White spot)
Gejala : pada bagian tubuh (kepala, insang, sirip) tampak bintik-bintik putih, pada infeksi berat terlihat jelas lapisan putih, menggosok-gosokkan badannya pada benda yang ada disekitarnya dan berenang sangat lemah serta sering muncul di permukaan air.
Ø    Gatal (Trichodiniasis)
Menyerang benih ikan. Gejala : gerakan lamaban; suka menggosok-gosokkan badan pada sisi kolam/aquarium.
Ø     Kutu ikan (argulosis)
Gejala : benih dan induk menjadi kurus karena dihisap darahnya. Bagian kulit, sirip dan insang terlihat jelas adanya bercak merah (hemorrtage). Pengendalian : direndam dalam larutan garam dapur NaCl selama 10 menit, dosis 1 – 3 gram/100 cc air.



Sumber : Balai Budidaya Air Tawar Tatelu.

Rabu, 14 Juni 2017

MENUMBUHKAN PAKAN ALAMI DI TAMBAK

Menumbuhkan Pakan Alami di Tambak dengan Menggunakan Pupuk Organik dan Anorganik”.


Pakan alami adalah makanan hidup bagi larva dan benih ikan atau udang. Pada tambak yang dikelola secara tradisional (sederhana) udang hanya memakan berbagai jenis pakan alami yang ada dalam tambak yaitu klekap (campuran berbagai jenis lumut), bahkan juga dentritus (bahan-bahan dan kotoran yang membusuk di dalam air dan di dasar tambak).
Untuk menumbuhkan pakan alami di tambak, hendaknya dilihat jenis apa yang benar-benar dimanfaatkan oleh ikan atau udang yang dipelihara di petak peneneran misalnya, jenis makanan alami yang cocok adalah klekap dan plankton atau keduanya ditumbuhkan secara bersama-sama.

METODA KLEKAP

Langkah pertama pertumbuhan klekap adalah persiapan dan pengeringan tanah dasar tambak. Lamanya waktu pengeringan petakan ini adalah antara 7 -15 hari, tergantung keadaan cuaca, yang ditandai dengan retak-retaknya tanah dasar tambak (kadar air +/- 20 %). Untuk memudahkan pengeringan dasar tambak dianggap cukup adalah dengan cara berjalan di atas permukaan tanah yang sedang dikeringkan, bila tanah tersebut turun sedalam 1- 2 cm, maka pengeringan tanah dasar tambak dianggap memadai untuk melaksanakan alur proses selanjutnya.
Untuk memanfaatkan waktu sambil menunggu proses pengeringan, bisa diisi dengan melakukan perbaikan konstruksi tambak, seperti pintu air, pematang, petakan, perbaikan saluran-saluran air, caren serta membersihkan sisa-sisa sampah dan akar-akar yang ada di pelataran maupun yang berserakan di benteng petakan. Setelah pengeringan tanah dasar dianggap sempuma, barulah ditebar pupuk organik secara merata dengan jumlah yang sudah disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanahnya. Namun pada umumnya ukuran yang digunakan untuk tanah yang liat dan pasimya seimbang adalah :
·           Dedak halus : 500 -1000 kg/ha
·           Bungkil kelapa : 500 -1000 kg/ha
·           Kotoran sapi / kerbau : 1000 -3000 kg/ha
·           Kotoran ayam : 500 kg1ha
·           Hati kapok : 500 -1000 Kg/ha

Sedangkan untuk tanah tambak yang mengandung pasir lebih banyak diperlukan jumlah pupuk organik yang lebih besar. Pemasukan air laut dilakukan setelah penebaran pupuk betul-betul merata ke seluruh permukaan dasar tambak. Ketinggian air yang dibutuhkan adalah 3 -10 cm dan dialirkan secara bertahap dengan cara gravitasi. Selanjutnya air di dalam petakan tersebut dibiarkan menguap sampai keadaan tanah seperti semula (kering dan kadar air +/- 20 %). Hal ini bertujuan untuk menetralisasi bahan organik pupuk tersebut.
Setelah kering kemudian air laut dialirkan kembali ke petakan secara bertahap sampai ketinggian 10-15 cm, barulah dilakukan penebaran pupuk anorganik berupa urea dan TSP dengan perbandingan yang sarna, sebanyak 50 kg untuk tiap ha tambak. Akan tetapi untuk tambak yang banyak mengandung lumpur jumlah atau perbandingan urea dan TSP adalah 2 : 1, dan penebaran benur dilakukan apabila klekap tumbuh subur dan ketinggian air yang sesuai dengan ikan serta udang yang akan dibudidayakan. 

METODA LUMUT 

Seperti halnya dengan metoda klekap, langkah pertama dalam metoda lumutpun berupa persiapan dan pengeringan tanah dasar tambak, akan tetapi pada metoda lumut ini lamanya pengeringan kurang lebih 3 hari kena cahaya matahari, dengan demikjan tanah dasar tambak tidak terlalu kering seperti pada metoda klekap. Hal ini berkaitan dengan cara hidup lumut yang lebih menyukai media lembab. Selanjutnya, tanah yang sudah dikeringkan itu ditanami dengan lumut muda secara merata di permukaan (pelataran petakan), kemudian dialiri air +/- sedalam 20 cm dan biarkan tergenang.
Pemupukan dilakukan setelah permukaan tambak dibiarkan tergenang selama 3 -7 hari. Pupuk yang digunakan dapat berupa urea 48 gram per meter kubik air dan TSP sebesar 20 gram per meter kubik air, satu minggu kemudian, ketinggian air dinaikkan menjadi 40 cm dan penebaran ikan dilakukan untuk memelihara ikan-ikan pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivora) yang umumnya mempunyai usus panjang.
Makanannya biasanya terdiri dari ganggang- ganggang benang, seperti ikan bandeng (Chanos chanos), mujair (tilapia massambica), Nila (Tilapia nilotica) dan belanak sipit atau belanak jumpul (Mugil tade). Ada pula yang makanannya berupa epiphyton (ganggang penempel), seperti ikan nilem (Osteochilus hasseti) dan tawes (Puntius javanicus) tawes dewasa dan gurami (Osphronemus gouramy Lac) dewasa.
Kemudian pemupukan susulan dimulai pada minggu kedua dengan takarannya setengah dari dosis atau takaran pertama. Pemupukan selanjutnya boleh dilakukan apabila keadaan lumut mulai menipis atau habis, yang perlu diperhatikan dalam pemupukan susulan ini, adalah kondisi ikan yang dipelihara harus tetap baik.

METODA PLANKTON 

Dalam upaya menumbuhkan plankton di tambak agak berbeda dengan menumbuhkan pakan alami lainnya (klekap, lumut). Kedalaman air, jumlah dan komposisi pupuk yang akan digunakan merupakan persyaratan yang harus dipenuhi guna mencapai keberhasilan dalam menumbuhkan pakan alami ini (plankton). Plankton menghendaki air yang cukup dalam serta pupuk yang digunakan harus merupakan kombinasi antara pupuk Nitrogen (N) dan fospor (P).
Menurut beberapa peneliti, pemberian pupuk nitrogen dan fospor dengan perbandingan 3 : 1 akan menumbuhkan banyak jenis alga diatomae, sedangkan perbandingan antara 1 : 1 lebih cocok untuk pertumbuhan fitoflagellata. Pemah juga diteliti bahwa (khususnya) udang akan tumbuh dengan baik pada perairan tambak yang mempunyai populasi diatomae yang lebih besar dan sebaliknya pada tambak yang lahannya banyak ditumbuhi dengan fitoflagellata, pertumbuhan udangnya akan kurang baik. Seperti pada metoda klekap dan lumut, pada metoda plankton ini pun terdapat perlakuan pengeringan, pemupukan dan perendaman, di samping itu dilakukan juga pembrantasan hama dengan saponin (biji teh). Dimana sisa atau ampas juga bisa menambah tingkat kesediaan bahan organik di tambak.
Pengeringan dapat dilakukan selama 3 -5 hari, kemudian air laut yang baru atau air dari dari waduk penyimpanan (tandon) dimasukkan ke petakan sampai ketinggian air 50 cm. Akan lebih baik lagi apabila kedalaman air bisa mencapai 70-100 cm. Untuk tahap permulaan, sebaiknya menggunakan takaran pupuk urea dan TSP yaitu 2.065 dan 1.097 gram dalam setiap meter kubik air. Kedua pupuk tersebut diaduk merata kemudian diletakan di atas meja yang dirancang terendam air 15 -20 cm di bawah pennukaan air. Meja ini terbuat dari papan yang diberi tiang bambu. Pada tambak seluas 1 ha, cukup disediakan sebuah meja dengan ukuran 0, 85 x 0, 85 m. Meja dipasang di pinggiran tambak pada arah datangnya angin. Pupuk akan larut perlahan-lahan dan tersebar ke seluruh tambak melalui gerakan air.
Untuk mengetahui apakah jumlah plankton sudah cukup atau belum, dapat dilakukan uji kecerahan air, setelah pemupukan kita amati pertumbuhan fitoplankton nabati yang menyebabkan air menjadi berwarna hijau, dengan menggunakan secchi disk. Apabila lempeng secchi disk dimasukkan kedalam air dan sudah tidak kelihatan pada kedalaman 30 cm, ini menunjukkan pertumbuhan plankton yang cukup. Apabila secchi disk sudah tidak nampak pada kepadatannya perlu dikurangi dengan membuang sebagian air dan memasukkan air baru. Takaran pemupukannya perlu dikurangi. Apabila angka pada secchi disk menunjukkan 35 cm, berarti takaran pupuknya kurang dan pemupukan berikutnya perlu ditambahkan.
Pada pemeliharaan, baik secara semi intensif maupun secara intensif, pengelolaan air salah satunya adalah dengan cara pemupukan, pemupukan adalah teramat penting untuk menciptakan air media yang cocok bagi kehidupan udang. Ini perlu akal dan ketrampilan dari petani pelaksananya.




Senin, 12 Juni 2017

TEKNOLOGI PRODUKSI MAGGOT


Tepung ikan merupakan salah satu sumber protein yang penting dalam formulasi pakan ikan. Produksi tepung ikan di dunia saat ini berada pada fase stagnan yaitu kurang lebih 6,1 juta ton pertahun semenjak tahun 90-an. Indonesia mengimport tepung dan minyak ikan lebih dari US$ 200 juta pertahun. Hal ini menjadi poin khusus dalam akuakultur terutama di indonesia yaitu upaya mencari pengganti tepung ikan sebagai sumber protein pakan, Fish Meal Replacement Research Program, merupakan topik penelitian yang sangat penting saat ini. Salah satu pengganti tepung ikan telah ditemukan oleh tim IRD (Institut de recherche pour le developpment) dan LRBIHAT (Loka Riset Ikan Hias Air Tawar) yaitu larva serangga Black Soldier Fly (Hermetia illucens, Stratiomydae, Diptera) yang dikenal dengan istilah maggot. Kandungan protein dan lemak maggot adalah 50% dan 25%.

Produksi maggot sinergi dengan program ”zero waste” karena organisme ini dapat mencerna berbagai jenis sampah organik, salah satunya adalah bungkil kelapa sawit. Serangga ini tersebar secara luas di seluruh dunia dan belum pernah terdeteksi sebagai agen penyakit. Soldier fly mengalami 4 (empat) stadia perkembangan yaitu :
1. Telur; berwarna kekuningan dan dapat ditemukan di celah-celah atau tumpukan substrat.
2. Larva; mempunyai 20-25 instar dalam perkembangannya, dengan ukuran mencapai 2 cm, aktif memakan makanan yang busuk.
3. Pupa; berimigrasi ke tempat yang lebih lembab.
4. Dewasa; meletakkan telurnya di dekat sumber makanan larva.

PRODUKSI MAGGOT
  • Bahan dan Alat
Peralatan yang dibutuhkan yaitu peralatan perikanan seperti : skop, cangkul, timbangan, ember, baskom, saringan, gerobak dorong. Sedangkan bahan adalah bungkil kelapa sawit (palm kernel meal, PKM), atau ampas tahu sebagai media tumbuh.
  • Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan dalam budidaya maggot skala massal adalah bak bisa berukuran 2x4m2 ; 3x4 m2 ; 3x7 m2 atau 3x10m2 terbuat dari beton atau kayu berlapis plastik yang kedap air dan dilengkapi dengan atap sebagai penutup dari hujan serta waring agar maggot tidak dimakan burung pengganggu.

Besar kecilnya ukuran wadah disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan dari budidaya maggot serta anggaran yang tersedia. Sebelum digunakan, wadah dibersihkan dengan cara dicuci dan disapu dari kotoran yang menempel bekas budidaya maggot sebelumnya.
  • Persiapan Media
PKM dimasukan kedalam bak dengan ketebalan 4-5 cm atau sebanyak 200 kg untuk ukuran bak 2x4 m2; 250 kg untuk bak ukuran 3x4m2 atau sebanyak 450 kg untuk ukuran bak 3x10m2. Jumlah air yang ditambahkan sebagai media fermentasi adalah sebanyak 2x dari jumlah PKM yang digunakan atau dapat diperkirakan dari kelembaban PKM dan jangan terlalu basah. Diatas media ditambahkan daun pisang kering/daun atap untuk tempat menempelkan telur black soldier.
  • Pemeliharaan Maggot
            Pemeliharaan maggot dilakukan selama 4 minggu. Hindari burung pengganggu dengan cara memasang jaring agar maggot atau black soldier tidak dimakan burung. Untuk menjaga kelembaban media agar tidak kering, setiap 2-4 hari ditambahkan air secukupnya. Setelah 3-4 minggu pemeliharaan maggot dapat dipanen.
  • Pemanenan
Panen dapat dilakukan secara total atau parsial sesuai kebutuhan. Pemanenan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara basah dan cara kering. Secara basah, maggot dicuci dengan menggunakan air bersih kemudian disaring menggunakan saringan yang berukuran 2 mm. Sedangkan secara kering, maggot cukup diayak menggunakan ayakan berdiameter 2 mm tanpa pencucian dengan air.

Perbedaan cara panen ini tergantung pada teknik budidaya yang dilakukan. Jika kita bisa mengatur kekeringan media sampai waktunya panen, maka kita dapat melakukan panen maggot dengan cara kering. Namun jika tidak, dan kondisi media tetap basah atau banyak air sampai watunya panen, maka kita harus melakukan panen dengan cara panen basah.

            Maggot hasil panenan dimasukkan kedalam wadah baskom, ember atau plastik untuk digunakan sesuai keinginan atau disimpan dalam freezer untuk jangka waktu lama.


Sumber : Balai Budidaya Air Tawar Jambi 

Jumat, 09 Juni 2017

KEPITING LUNAK



Apa sebenarnya kepiting lunak itu?
Kepiting termasuk ke dalam golongan binatang yang disebut arthopoda dimana penopang tubuhnya terbentuk dari cangkang yang menyelimuti bagian luar tubuhnya. Pertumbuhan baginya merupakan hal yang krusial karena untuk tumbuh menjadi leboh besar kepiting harus melepaskan kulit yang lama kemudian kulit baru yang ukurannya lebih besar akan menggantikan tempatnya. Peristiwa tersebut dikenal sebagai molting yang terjadi berkali-kali selama daur hidup kepiting yang frekuensinya menurun dengan semakin bertambahnya umur dan ukurannya.
Molting merupakan salah satu fenomena alami yang sangat menarik untuk diketahui. Data menunjukkan bahwa, aktivitas molting kepiting bakau dapat mempunyai dua puncak dalam sebulan yakni pada puncak pasang perbani dan purnama. Walaupun tidak semua individu mengikuti pola tersebut. Sesaat sebelum kepiting molting, kepiting telah menyediakan dasar kulit baru dibawah kulit yang lama. Pada saat tersebut kalsium diserap dari kulit yang lama sehingga menjadi lebih rapuh atau fleksibel. Kulit yang lama terpisah pada bagian belakang kepiting dan kerapas bagian belakang terangkat. Walaupun demikian tangkai mata tetap tidak terganti sehingga biasa digunakan sebagai tempat melekatkan tanda/tag pada kegiatan penandaan kepiting.
Kepiting bakau mengalami pergantian kulit sekitar 17 kali sampai dengan ukuran setahun. Pada tahap awal dari kepiting lunak tersebut merupakan kondisi yang benar-benar lemah dan rawan terhadap pemangsaan predator, sehingga untuk beberapa hari berikutnya kepiting dan cangkang yang lunak akan tetap berbenam diri ke dalam sedimen/lumpur sementara kulit yang baru mengembang dan semakin mengeras. Karena itu sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kepiting lunak sangat jarang tertangkap dengan alat tangkap yang dilengkapi dengan upan. Dalam beberapa hari kemudian, kepiting lunak akan aktif, dapat menghindar dari predator dan bahkan sudah dapat aktif mencari makan. Dalam dua hingga tiga minggu cangkangnya akan mengeras dan dagingnya tumbuh mengisi cangkang baru yang lebih besar. Selama fase itu, kepiting lunak menjadi sangat berpeluang untuk tertangkap dengan perangkap dan rawan terhadap kerusakan cangkangnya.
Mengapa kepiting lunak bila tertangkap sebaiknya dilepas kembali ke alam?
Kepiting lunak hanya menghasilkan daging kurang dari 20%. Menangkap kepiting pada kondisi cangkang keras dan memaksimumkan produksi untuk jumlah kepiting tertentu. Disamping itu, kulitas daging dari kepiting cangkang lunak sangat rendah dibandingkan dengan kepiting cangkang keras. Masyarakat mengenal daging kepiting demikian dengan daging berair, lembek, tidak bertekstur, bahkan menyatu seperti jelli sehingga tidak jarang hanya dibuang. Dengan melepaskan kembali kepiting cangkang lunak yang tertangkap ke alam dengan hati-hati, berarti akan memberikan kesempatan kepada kepiting untuk mengeras dan dapat ditangkap di kemudian hari setelah kualitas dagingnya maksimal.
Bagaimana membedakan antara kepiting cangkang lunak dengan kepiting cangkang keras? 
Kepiting lunak dapat di identifikasi dengan jalan memijit/menekan secara perlahan bagian tubuh kepiting. Kepiting lunak yang dipasarkan khusus untuk konsumsi adalah kepiting yang baru saja molting atau paling tidak baru berumur 4 jam sejak molting. Pada kondisi demikian, bagian cangkang kepiting pun lunak apalagi bagian tubuh yang lainnya.
Pada kondisi ini, kepiting belum mampu melakukan perlawanan apabila diganggu sehingga di alam sangat rawan terhadap pemangsaan. Berbeda dengan kepiting lunak yang biasanya tercampur dengan kepiting konsumsi yang dijual dipasaran biasanya kondisinya sudah lebih baik. Cangkang dan bagian tubuh yang lainnya sudah mengeras sehingga sudah bisa menghindar dan melawan predator yang mengganggu. Identifikasi kepiting lunak seperti ini sudah jauh lebih sulit karena hampir seluruh bagian tubuhnya sudah mengeras tetapi sebenarnya isinya masih sangat sedikit dan tubuhnya sebagian besar masih terisi dengan air. Untuk mengidentifiaksinya, maka beberapa pijitan dapat dilakukan dibeberapa tempat seperti pada ruas pertama pada kaki-kaki jalan dan kaki renang atau pada bagian dada kepiting. Apabila bagian-bagian tersebut lentur, maka kepiting tersebut masih tergolong kepiting lunak. Di samping tanda-tanda tersebut, orang yang berpengalaman dalam penanganan kepiting dapat mengetahui bahwa kepiting yang kelihatan lebih ringan dibandingkan dengan bobot sebenarnya pada umumnya adalah kepiting lunak. Tanda lain adalah bagian dada kepiting lunak biasanya putih dan bersih, sedangkan kepiting keras biasanya lebih gelap, kekuning-kuningan, kecoklatan dan bahkan sering ditempeli dengan teritip dan alga.
Bagaimana memproduksi kepiting lunak secara massal untuk konsumsi?
Salah satu sifat yang dimiliki krustase dalam pertumbuhannya adalah ganti kulit atau dalam bahasa ilmiah dikenal dengan molting. Pada kondisi ganti kulit, kulit krustase yang tadinya keras digantikan oleh kulit yang lunak sehingga dikenal dengan “soft shelling crab” yang di Indonesia kemudian disingkat menjadi ‘soka’. Karena kulitnya yang lunak, maka dia tidak dapat mencapit dan mudah penanganannya. Kondisi lunak tersebut hanya bertahan dalam waktu singkat kemudian berangsur-angsur mengeras kembali sebagaimana layaknya kepiting normal sehingga perlu pengontrolan yang ketat. Produk ini sebenarnya telah lama dikenal terutama untuk kepiting biru (blue crab) Calinectes sapidus yang di tangkap dari alam namun karena penangkapan soka dari alam ketersediaanya tidak menentu, maka kemudian dipikirkan untuk dibudidayakan. Berbagai cara telah dilakukan untuk mempercepat terjadinya ganti kulit pada kepiting bakau seperti dengan rangsangan melalui manipulasi makanan, manipulasi lingkungan dan teknik pemotongan kaki. Hingga saat ini teknik pemotongan kaki yakni dengan mematahkan capit dan kaki jalan kepiting masih merupakan cara yang paling praktis yang dapat dilakukan untuk mempercepat terjadinya pergantian kulit dan dan diterapkan secara massal. Dengan mematahkan anggota badan kepiting, maka hormon pertumbuhannya akan memacu pembentukan kembali anggota badan yang hilang. Dengan cara ini, kepiting muda dapat berganti kulit dalam waktu 2-3 minggu tergantung pada kejelian di dalam memilih kepiting yang sudah mendekati fase ganti kulit. Karena penggemar soka cukup luas maka produk ini menjadi andalan oleh beberapa negara penghasil kepiting, harganya pun cukup menggiurkan yakni 3-5 USD tergantung ukurannya. Semakin besar ukurannya semakin tinggi pula harganya. Namun karena pergantian kulit kepiting pada ukuran yang lebih kecil biasanya lebih cepat, maka pengembangan soka biasanya diarahkan untuk kepiting muda dengan bobot 60-150 g/ekor.
Berdasarkan sifat ganti kulit kepiting diatas, maka sejak tahun 90an, produksi kepiting soka telah mulai dikembangkan di Indonesia. Walaupun secara ekonomis budidaya soka kelihatan menguntungkan, namun sebagian besar pengusaha soka tidak bisa bertahan lama. Berbagai kendala dihadapi terutama masalah pasar dan ketersediaan benih. Kebutuhan benih yang bersaing dengan kebutuhan konsumsi menyebabkan harga benih di beberapa sentra pengembangan menjadi mahal. Namun semakin membaiknya teknik pembenihan, maka di masa yang akan datang diharapkan hal ini tidak lagi menjadi masalah. Sedangkan masalah pemasaran, diharapkan dapat diformulasikan solusinya melalui keterlibatan pembudidaya dan pemerintah.
Produksi soka dilakukan melalui beberapa tahapan seperti : persiapan tambak, pemasangan keranjang sebagai wadah yang diapungkan di dalam tambak, penebaran benih yang kaki-kakinya telah dipatahkan, pemberian pakan, dan pengontrolan/panen.
Persiapan tambak dapat dilakukan sebagaimana persiapan tambak untuk budidaya bandeng untuk menghasilkan lingkungan tambak yang baik. Keranjang yang digunakan dapat berupa keranjang buah lengkeng yang disekat dengan bilah bambu menjadi 6 kotak untuk pemeliharaan soka namun dengan harga yang lebih mahal. Kotak khusus yang terbuat dari plastik tersebut memungkinkan untuk melakukan pemeliharaan soka tanpa pemotongan kaki karena dilengkapi dengan penutup yang kuat dan khusus sehingga kepiting tidak dapat keluar dari kotak pemeliharaan. Keranjang atau kotak plastik  tersebut kemudian dirangkai dan diapungkan di dalam tambak. Satu hektar tambak dapat diisi sampai dengan 10.000 kotak atau 10.000 ekor kepiting. Setelah penebaran, dilakukan pemberian pakan berupa ikan rucah dua kali dalam sehari sebanyak 5-10% dari bobot kepiting. Pengontrolan kepiting ganti kulit dilakukan lebih intensif setelah pemeliharaan memasuki minggu ke dua apabila dilakukan pemotongan kaki atau bulan kedua bila tanpa pemotongan kaki untuk mengantisipasi adanya kepiting yang ganti kulit. Apabila kepiting yang ganti kulit dibiarkan sampai 4 jam, maka kepiting lunak akan mengeras secara perlahan. Dari 10.000 ekor yang dipelihara dengan pemotongan kaki maka sejak minggu ketiga sampai dengan satu bulan biasanya terjadi pergantian kulit sekitar 10% perhari sekitar 1000 ekor atau setara dengan sekitar 100 kg per hari. Namun apabila tidak dilakukan pemotongan kaki maka biasanya memasuki bulan kedua sampai dengan tiga bulan masa pemeliharaan akan didapatkan kepiting lunak sebanyak sekitar 150 ekor atau setara dengan 15 kg per hari. Kepiting yang dipanen biasanya dapat dipasarkan dalam keadaan hidup maupun beku. Berdasarkan hasil pengkajian Balai Budidaya Air Payau Takalar terhadap pengusaha soka di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa usaha ini menguntungkan dengan R/C rasio 1,94 untuk skala <1000 ekor dan 2,24 untuk skala >1000 ekor.



Sumber : Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros

  MENGENAL IKAN SCORPION Mengingat permintaan ikan hias dari tahun ketahun terus meningkat, maka Ikan  Skorpion Volitan (Pterois ...