I. PENDAHULUAN
Bandeng ( Chanos-chanos Forks ) merupakan salah
satu jenis ikan konsumsi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan mudah
dipasarkan karena dagingnya enak dan berkualitas tinggi. Ikan ini mudah untuk dibudidayakan karena
bersifat euryhaline yaitu tahan terhadap perubahan kadar garam dalam air, tahan
terhadap penyakit, pertumbuhannya cepat serta pakannya murah dan mudah
diperoleh.
Di Indonesia kebutuhan
tehadap benih ikan bandeng ( nener ) masih disuplai dari alam, yaitu dengan
cara melakukan penangkapan di sekitar pantai yang berair jernih, landai,
berpasir dan dipengaruhi oleh pasang surut.
Sejalan dengan berkembangnya usaha budidaya baik secara intensif maupun
ekstensif, maka kebutuhan nener semakin meningkat.
|
Sekarang ini banyak
dilakukan pembenihan ikan bandeng baik skala perusahaan maupun skala rumah
tangga. Namun demikian perlu kiranya
peningkatan kemampuan dalam pembenihan ikan bandeng.
II. MENGENAL
IKAN BANDENG
2.1.
Ciri-Ciri Morfologi Ikan Bandeng
Adapun klasifikasi dari ikan bandeng yaitu :
Class : Pisces
Sub class : Teleostei
Ordo : Malacoplerygii
Sub ordo : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos
Ciri-ciri
umum yang dapat segera dikenal dari ikan bandeng adalah tubuh memanjang agak
gepeng, mata ditutup lapisan lemak, pangkal sirip punggung dan dubur ditutupi
sisik, sisik sikloid lunak, warna hitam kehijauan dan dan keperakan di bagian
sisi, terdapat sisik tambahan yang terbesar pada pangkal sirip dada dan
sirip perut. Ikan bandeng termasuk jenis
ikan euryhaline yaitu dapat hidup pada kisaran kadar garam yang cukup tinggi.
Di Indonesia daerah penyebaran bandeng yang telah diketahui meliputi perairan
pantai di Timur Sumatra, Utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian, dan Nusa
Tenggara termasuk Bali.
2.2. Kebiasaan Hidup
Beberapa persyaratan lingkungan agar bandeng dapat hidup dan tumbuh dengan
baik dibutuhkan kualitas air yang meliputi suhu antara 25 - 35ºC, salinitas
50º/oo, pH antara 7 -9, NHз tidak lebih dari 0,1 ppm dan oksigen terlarut di bawah 3 ppm.
Ikan bandeng yang akan
dipelihara sebagai calon induk dipilih yang sehat dan badannya tidak
cacat. Ukuran calon induk minimal 3 kg /
ekor, berumur 3 – 4 tahun. Calon ini
baru mulai berkembang gonadnya setahun lagi.
Penangkapan induk di tambak
sebaiknya dilakukan pada musim pemijahan sehingga mudah menentukan jenis
kelaminnya. Penentuan jenis kelamin
bandeng dilakukan dengan cara striping, karena secara morfologi ikan bandeng dewasa
sulit dibedakan jantan betinanya. Jika
tidak, maka perlu dilakukan penentuan lebih lanjut dengan metode kanulasi,
yaitu memasukkan alat kanula (diameter
0,9 mm ) kedalam alat kelamin sebelah kiri atau kanan agak keatas hingga selang
masuk sepanjang 15 – 20 cm. Ujung kanula
dihisap, kemudian ditarik kembali pelan – pelan dan diperiksa dengan
menerawangkan selang kanula. Jika pada
kanula ada butir – butiran telur berarti induk betina, sedangkan jika hanya ada
cairan berwarna putih berarti jantan.
Induk bandeng dapat berasal
dari alam atau hasil pemeliharaan. Bila
induk yang berasal dari alam perlu diadaptasikan dengan lingkungan baru agar
dapat memijah dengan baik.
Bak pemeliharaan calon
induk berkapasitas 20 ton (diameter 4 m, tinggi 1,75 m dengan tinggi air 1,5 m). Bak
terbuat dari beton, berbentuk bulat, serta dilengkapi dengan pipa pembuangan di
tengahnya.
Induk yang diperoleh dari tambak biasanya kondisinya tidak begitu baik,
karena kualitas air tambak kurang baik.
Di tambak perubahan suhu siang - malam besar, salinitas tidak stabil,
airnya keruh berlumpur serta banyak gas – gas beracun hasil perombakan bahan –
bahan organik. Keadaan inilah yang
menyebabkan bandeng tidak pernah mengeluarkan telur ditambak walaupun yang
telah berkembang gonadnya. Untuk memperbaiki
keadaan ini induk harus diberi perawatan yang intensif dan pakan yang baik,
sebelum dilakukan pemeriksaan jenis kelamin dan implantasi.
Selama masa pemeliharaan air laut dialirkan ke dalam bak secara terus
menerus dengan pergantian 100 % perhari dari jumlah air. Jika pergantian air kurang, maka air dalam
bak cepat menjadi hijau tua, akibat suburnya plankton. Jika kandungan oksigen
terlarut dibawah 2 ppm, maka sekitar 6 jam ikan akan mati. Gejala kekurangan oksigen ini ditandai dengan
berenangnya ikan kepermukaan.
Sebulan sekali induk yang
ditandai diperiksa kematangan gonadnya dengan menggunakan kanulasi. Pemeriksaan ini lebih mudah dilakukan pada
musim pemijahan, sekitar bulan Maret – April dan bulan Juli – Desember. Mula – mula bak diturunkan airnya sampai
ketinggian air tinggal 40 – 50 cm.
Kemudian ikan digiring ke suatu sudut lokasi dengan jala yang semakin
lama semakin dipersempit dan ditangkap dengan jaring bertangkai panjang untuk
dimasukkan ke dalam bak penampung.
Wadah yang digunakan untuk
pemijahan dilengkapi dengan saringan pengumpul telur ( kolektor ) yang terbuat
dari kain saringan berukuran 850 mikron.
Kolektor ini dipasang pada bak kecil penampung air limpasan ataupun air
buangan, guna menyaring telur yang terbawa aliran air keluar. Kolektor dipasang sejak sore hari karena
induk bandeng mulai memijah pada tengah malam hingga menjelang pagi hari.
Bak yang digunakan untuk
penetasan telur adalah akuarium kaca yang berkapasitas air 50 – 70 liter. Sebelum digunakan akuarium ini dibersihkan
dan dikeringkan dulu selama 24 jam, untuk mencegah jamur dan penyakit.
Telur bandeng bersifat
pelagis, mengapung dan menyebar rata diseluruh bagian permukaan air. Telur ini berukuran sekitar 1,2 mm. Telur yang dihasilkan induk betina ini akan menetas
antara 24 – 26 jam setelah pemijahan
Telur yang berkumpul pada kolektor setelah mencapai stadia neurula ( 8 –
9 jam setelah pemijahan ) kemudian dipindahkan ke akuarium inkubasi pertama yang
berisi air bersalinitas 40˚/oo.
Digunakan air yang bersalinitas 40˚/oo ini untuk memudahkan penyeleksian
telur yang telah terbuahi. Telur yang
terbuahi akan mengapung, telur yang terbuahi tetapi kualitasnya jelek akan
melayang – melayang dan telur yang tidak terbuahi akan tenggelam ke dasar.
Telur yang mengapung
kemudian diserok untuk dipindahkan ke akuarium lain. Dalam akuarium ini diaerasi selama 6 jam,
kemudian aerasi dihentikan sehingga telur yang baik kualitasnya akan mengapung
( pada saat ini telur yang baik telah berkembang mencapai stadia neurula akhir
). Telur yang mengapung kemudian diserok
untuk dipindahkan ke bak – bak pemeliharaan larva.
Persiapan pemeliharaan
larva dimulai dengan mencuci bak – bak pemeliharaan larva sampai bersih dan merendamnya
dalam larutan clorin 400 ppm selama 24 jam untuk mencegah hama dan
penyakit. Penggunaan desinfektan harus
dilakukan karena fase larva ini masih sangat lemah dan pekah terhadap gangguan
hama dan penyakit. Kemudian bak dibilas
dengan air tawar dan diisi dengan air laut yang telah disaring dengan saringan
5 mikron untuk mencegah masuknya hama atau parasit pengganggu.
III.
PEMBENIHAN IKAN BANDENG
a)
Persiapan Bak Induk
Bak induk yang akan digunakan untuk pemeliharaan induk
bandeng harus bersih dari berbagai kotoran yang melekat. Oleh karena itu bak ini harus dibersihkan
secara rutin dengan menggunakan kaporit dengan dosis 100 ppm untuk mencegah
terjadinya serangan parasit, kemudian dikeringkan selama satu hari sampai
kaporit betul-betul kering. Setelah
kering bak tersebut dibilas sampai bersih dengan air tawar sehingga kaporit
tidak lagi menempel. Adapun pelaksanaan
persiapan bak ini khususnya membersihkan bak induk setiap 2 minggu sekali atau
tergantung dari kotor tidaknya bak.
b)
Pengelolaan Kualitas Air
Air media pemeliharaan induk
maupun larva harus senantiasa terbebas dari pencemaran. Untuk air media pemeliharaan induk setiap
hari selalu dilakukan pergantian air yaitu pagi hari, selain memacu
perkembangan gonad induk bandeng juga agar air tersebut selalu dalam keadaan
bersih dari sisa pakan maupun kotoran lainnya.
Sedangkan air media pemeliharaan larva sebaiknya selalu terkontrol
dengan baik, khususnya keadaan aerasi dan kebersihannya. Ketinggian air dalam bak larva sebaiknya
tidak kurang dari 100 cm agar tidak terjadi kekurangan oksigen pada larva
disamping pengamatan aerasi. Dalam
menjaga kebersihan air media larva, khususnya pada hari ke-0 untuk membuang
cangkang telur perlu disipon, dan pada haari ke-10 dilakukan pergantian air
sebanyak 10% serta meningkat secara bertahap sampai 100% hingga saat menjelang
panen.
c)
Pemeliharaan Induk
Wadah pemeliharaan induk untuk pemijahan baik dengan
manipulasi lingkungan maupun dengan hormonal adalah bak bundar dengan garis
tengah lebih besar dari 4, kedalaman air lebih besar dari 2,5 m dan volume
minimal 12 ton. Bak tersebut dilengkapi
aerasi disekelilingnya. Air laut
dialirkan secara teus menerus dengan tingkat pergantian 200-300 % per
hari.
Induk yang baru datang harus diaklimatisasi terlebih dahulu
dalam bak penampungan yang telah dicuci dan dikeringkan sebelumnya, untuk
mencegah ikan agar tidak meloncat keluar maka bak ditutupi dengan jaring. Padat tebar yang disarankan adalah 1 ekor
induk ( 3,5-6 kg ) per 3 m3, sebelum dilakukan pemeliharaan dibak pemijahan,
induk bandeng terlebih dahulu diseleksi jenis kelaminnya. Untuk induk betina diamati dengan keteter (
kanula ) yang dimasukkan ke dalam lubang pelepasan telur (Genital Pore)
sedalam ± 15 cm dan kemudian disedot, sedangkan
pengamatan pada induk jantan dengan cara mengurut bagian perut ke arah lubang
genital. Apabila dari pengamatan kanula
diketahui ada butiran putih atau cairan kuning adalah induk betina dan apabila
dengan pengurutan diperoleh cairan putih keruh dan kental adalah induk jantan. Perbandingan berat induk jantan dengan induk
betina adalah 1:1. Selamat pemeliharaan
induk diberikan pakan pellet yang mengandung protein 35-45 %, dosis 2 % dari
biomasa dan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali per hari yaitu pagi dan
sore hari.
d)
Pematangan Gonad dan
Pemijahan
Pematangan gonad induk bandeng dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu manipulasi lingkungan dan hormonal.
Manipulasi lingkungan adalah upaya perangsangan pematangan organ
reproduksi induk ikan bandeng dengan pengaturan air media, sedangkan dengan
hormonal adalah upaya perangsangan pematangan organ reproduksi induk ikan
jantan dan betina bandeng dengan menggunakan hormon perangsang pemijahan.
e) Penanganan Telur
Dalam penanganan telur yang
dilakukan yaitu proses pemanenan dan penyeleksian telur. Proses pemanenan telur dilakukan setiap hari
dengan jalan mengambil telur dari kolektor untuk dipindahkan ke aquarium
inkubasi. Proses pemanenan ini dilakukan
dengan cara menyerok telur yang diperoleh dari hasil pemijahan pada malam
harinya. Jumlah telur yang dihasilkan
bervariasi dan paling banyak diperoleh pada saat musim pemijahan yaitu pada
saat bulan gelap, sedangkan penyeleksian telur dilakukan setelah telur
dimasukkan kedalam aquarium inkubasi yang diberikan air laut kemudian diberikan
aerasi setelah kurang lebih 2 jam kemudian telur didiamkan selama 10 menit
setelah itu akan kelihatan telur yang bagus dan yang tidak bagus. Jika telur yang baik maka akan
melayang-layang dipermukaan, sedangkan telur yang tidak bagus maka akan tampak
putih keruh dan akan berada didasar aquarium.
Dan untuk telur yang tidak bagus akan dibuang dengan cara penyiponan,
setelah dilakukan penyeleksian telur maka selanjutnya telur ditebar pada bak
larva.
f) Pemeliharaa Larva
1. Pemberian Pakan
Pada saat telur baru saja
ditebar (Do) larva tidak diberikan pakan karena masih memiliki cadangan makanan
berupa kuning telur. Cadangan makanan
ini dapat diserap sampai larva berumur 2 hari.
Pakan alami mulai diberikan pada saat larva berumur 2 hari yang berupa Chlorella
dan diberikan pula Rotifera dengan kepadatan antara 100-700 liter Chlorella
1000 sel/ml dan 10-25 liter Rotifera 1000 sel/ml. Sesuai dengan umur larva, semakin besar umur
larva maka pemberian pakan alami semakin ditingkatkan.
2. Pengelolaan Kualitas Air
Pada masa penanganan larva
bandeng keadaan bak harus selalu dalam keadaan bersih. Untuk itu dilakukan pergantian air,
pergantian air dapat dilakukan mulai larva berumur 5-10 hari sebanyak 5% dan
mulai berumur 10 hari pergantian air sebanyak 10% dan terus ditingkatkan sesuai
dengan kondisi dan umur larva.
g) Pemanenan
Masa pemeliharaan larva
bandeng dapat berlangsung antara 17-25 hari.
Pemanenan dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan secara
perlahan-lahan, setelah volume air dalam bak terasa cukup dalam proses
pemanenan yaitu ± 20-25 cm dari dasar
bak. Kemudian nener digiring dengan
menggunakan jaring krikit. Nener
ditampung dalam wadah dengan menggunakan gayung untuk dihitung jumlahnya dan
dapat diperkirakan kondisi nener untuk dipacking.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmad,
T., A. Prijono, T. Aslianti, T. Setiadharma dan Kasprijo, 1993. Pedoman
Teknis Pembenihan Ikan Bandeng Seri Pembangunan Hasil Penelitian Perikanan,
No. PHP / KAN / 24, Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Anonymous,
1979. Budidaya Bandeng ( Chanos
chanos forks ), Departemen Pertanian, Jakarta.
Cholik,
F., Azwar, Z.I, Prijono, A. Sumiarsa, G., Badraeni dan Lianti, S.N. 1990. Teknologi Pembenihan Ikan Bandeng ( Chanos
chanos F ) SBPBP, Gondol Bali.
Martosudarmo, B., E.
Sudarmini, B. Salahmoen dan
B.S. Ramoeniharjo, 1984. Biologi
Bandeng ( Chanos chanos ).
Direktorat Jenderal Perikanan.
Departemen Pertanian Jakarta.
Niken, N. A.,
1990. Pengelolaan Pembenihan Ikan Bandeng ( Chanos chanos ) di Sub Balai
Penelitian Budidaya Gondol Bali. Jurusan
Manajemen Sumber Daya Perairan. Fakultas
perikanan IPB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar