PENDAHULUAN
Pendataan
dan monitoring sangat diperlukan untuk mengetahui berapa banyak jumlah dan
jenis ikan yang telah dimanfaatkan, sehingga dapat mengantisipasi pengambilan
ikan yang melampaui ambang batas aman untuk ditangkap.
Saat
ini terdapat beberapa daerah yang memiliki pemanfaatan ikan hias laut namun
belum memiliki data lengkap terkait pemanfatan ikan hias yang ada di daerahnya,
misalnya Medan, Banyuwang, Makassar, Lampung, Padang dan Manado. Hanya ada 2
daerah yang sudah menerapkan pendataan dan monitoring ikan hias laut yaitu Bali
dan Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu memulai pendataan tahun 2005 yang
dilakukan oleh nelayan, pengumpul dan Suku Dinas Kelautan dan Pertanian. Survei
populasi ikan di alam dilakukan pada tahun 2005, 2007 dan 2009 oleh yayasan
TERANGI bekerjasama dengan Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kepulauan Seribu.
Adanya
kegiatan pendataaan dan monitoring, membantu pemerintah daerah atau pengelola
kawasan memiliki gambaran aktual potensi dan intensitas pemanfaatan ikan hias
di wilayahnya. Gambaran itu misalnya tentang jenis dan jumlah ikan hias yang
ada di alam serta jenis dan julmah ikan yang ditangkap termasuk jumlah nelayan.
Analisis lanjutan bisa dilakukan sehingga bisa didapatkan data Jumlah Tangkapan
yang Diperbolehkan (JTB) untuk suatu wilayah.
Informasi tersebut akan berguna bagi pemerintah dan
pengelola kawasan untuk membuat kebijakan atau pengaturan pemanfaatan ikan hias
antara lain jenis ikan yang boleh ditangkap, waktu penangkapan atau waktu
larang tangkap, serta jumlah tangkapan.
SISTEM MONITORING POPULASI IKAN HIAS LAUT
Monitoring
atau pemantauan ikan hias adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk
mengetahui ststus/kondisi ikan hias yang terdapat di habitatnya meliputi jumlah
populasinya termasuk mengetahui jumlah ikan hias yang boleh ditangkap pada
setiap jenisnya. Jenis data dan informasi yang dikumpulkan dalam monitoring, antara
lain : lokasi, tanggal dan jam pemantauan, serta jenis, jumlah dan ukuran
panjang ikan.
Metode Monitoring Untuk Ikan Hias
Laut
1. Penentun lokasi dan pemasangan
transek
Lokasi pengamatan dan pemasangan transek dilakukan pada
lokasi penangkapan ikan hias dengan keterwakilan yang sesuai dengan luasan
wilayah penangkapan yang dilakukan oleh nelayan.
2. Prosedur umum
- Sebelum melakukan pengamatan, hendaknya melakukan
pre monitoring untuk mendaftar jenis yang dominan pada lokasi tersebut,
kemudian list dari jenis tersebut dimasukkan kedalam datasheet yang digunakan pada saat pengamatan, hal ini
dilakukan untuk meminimalisir waktu yang diperlukan untuk menulis nama
jenis pada datasheet, sehingga
meningkatkan kemampuan surveyor untuk mengingat jenis-jenis ikan
- Dahulukan jenis ikan yang mudah di identifikasi
- Pengamatan dilakukan untuk kepadatan ikan hias
secara kuantitatif untuk tiap jenis.
3. Metode Underwater Visual Sensus
Metode
yang digunakan untuk memonitoring ikan hias adalah metode transek sabuk dengan
UVC (gambar 1). Pemantauan dilakukan dengan kedalaman sekitar 3-7 m. Dengan
metode ini, pemantauan dilakukan terbatas hanya siang hari, sehingga target
pemantauan juga terbatas pada ikan-ikan diurnal (ikan yang mencari makan pada
siang hari). Taksonomi dilakukan hingga taksonomi terendah yang memungkinkan
(level jenis).
Ada beberapa jenis ikan yang memiliki tempat hidup dan waktu khusus,
seperti ikan Jabing ( Cryptocentrus cintus) dan Mandarin Asli (Pterosynchiropus splendidius). Ikan Mandarin Asli hidup di dalam
goa-goa dan celah-celah di terumbu karang. Selain itu, ikan ini juga cenderung
muncul pada sore atau pagi hari atau cuaca mendung. Ikan Jabing termasu ikan
yang memiliki habitat yang berbeda dibandingkan dengan kebanyakan ikan hias
yang lain yang hidup di lereng terumbu. Ikan ini biasanya berada di daerah
dataran atau laguna. Untuk memantau ikan mandarin dan ikan Jabing akan
menggunakan metode yang sama, yaitu underwater
visual sensus hanya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing, yaitu
pemantauan diakukan pada pagi atau sore hari untuk ikan Mandarin, sedangkan
pemantauan dilakukan di daratan atau laguna untuk ikan jabing.
4. Cara
Kerja di lapangan
Pengamatan ikan karang
menggunakan metode UVC. Metode ini
menggunakan bidang pengamatan berbentuk sabuk atau belt seluas 20 x 5 dan 20 x
2 meter persegi.
- Pada lokasi pengamatan diletakkan transek garis pda
kedalaman yang sesuai dengan wilayah dan kedalaman yang sama saat nelayan
melakukan penangkapan ikan hias.
- Panjang transek pengamatan ikan karang dalam
kegiatan ini adalah sepanjang 100 meter.
- Pengamatan dilakukan pada sepanjang garis transek
dengan jarak observasi sejauh 2,5 meter di kiri dan kanan untuk ikan-ikan
relatif besar dan bergerak cepat (acanthuridae, scaridae dan serranidae)
serta 1 meter di kiri dan kanan untuk ikan-ikan relatif kecil dan bergerak
lambat (jenis pomacentridae)
- Pengamat mencatat semua jenis ikan, ukuran dan jumlah kehadiran ikan yang ditemukan dalam area pengamatan.
5. Kelebihan Metode UVC
- Salah satu metode yang umum digunakan meliputi
pengamatan metode kualitatif dan kuantitatif.
- Waktu yang diperlukan untuk pengamatan tergolong
cepat, tidak merusak ekosistem terumbu karang serta biayanya murah.
- Sedikit tenaga yang dibutuhkan dan tidak membutuhkan
peralatan khusus.
- Dapat digunakan untuk menngamati daetah yang sama
pada sepanjang waktu.
- Potensial untuk menghasilkan data yang banyak dan
cepat dalam hal menduga stok yang ada di alam.
6. Kekurangan Metode UVC
·
Surveyor harus
memiliki kemampuan dan pengalaman yang banyak.
·
Cukup membingungkan
surveyor karena ikan yang selalu bergerak.
·
Sering terjadi bias
dalam menduga jumlah dan ukuran ikan.
·
Terbatas dengan
kedalaman karena terkait dengan dekompresi.
Tips mengatasi kekurangan pada UVC :
§ Untuk ikan-ikan yang bergerombol dalam jumlah banyak pengamat harus membuat
4 kuadran maya dan menghitung jumlah ikan dalam satu kuadran dan seterusnya
sampai kuadran ke-4 kemudian dijumlahkan.
§ Dalam pendugaan ukuran ikan, pengamat harus berlatih dengan ikan-ikan atau
benda-benda yang sudah diketahui ukurannya sebelumnya, sehingga dapat
mengetahui ukuran maksimal beberapa marga atau famili ikan.
§ Ikan yang berenang melebihi jarak pandang mata tidak perlu dicatat dan
tidak perlu sampai menoleh ke belakang.
7. Peralatan dan Sumberdaya Manusia
·
Peralatan
>> Perahu motor yang dilengkapi dengan peralatan keamanan seperti :
pelampung dan radio komunikasi untuk keselamatan dalam navigasi.
>> Meteran /roll meter
>> Peralatan scuba
Fungsi alat selam : membantu pergerakan dan pernafasan dalam air
>> Global Positioning System (GPS)
>> Pensil, datasheet (dengan kertas yang tahan air)
Fungsi mencatat hasil survei
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Pengolahan
data hasip pemantauan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Ata-data yang sudah
dituliskan dalam data sheet kemudian dimasukkan ke dalam basis data pada Microsoft Excel yang berisikan nama,
tanggal monitoring, pengambil data,
lokasi monitoring, ulangan, nama famili ikan hias, nama jenis ikan hias, indeks
panjang-bobot ikan hias, ukuran ikan dan jumlah (tabel 1).
Analisis data akan menggunakan persamaan-persamaan untuk
menduga kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi.
Populasi ikan hias dihitung berdasarkan jumlah ikan yang
teramati di dalam transek. Penghitungan tersebut dilakukan berdasarkan luasan
transek dan luasan seluruh area survey di wilayah tersebut, seperti dalam rumus
berikut.
Dimana :
N : Kelimpahan ikan jenis i;
ni : Jumlah jenis ikan i yang teramati dalam transek
L : Luas total
transek (400m²)
A : Luas total area survei.
Selain
itu akan dihitung pula indeks-indeks kelimpahan, seperti indeks keanekaragaman,
indeks kemerataan dan indeks dominansi. Indeks keanekaragaman (H’) akan dapat menejlaskan tingkat
keanekaragaman ikan karang, rumus dari indeks keanekaragaman adalah :
Dimana :
H’ : indeks keanekaragaman
S : jumlah jenis
yang teramati
pi : proporsi jumlah individu setiap jenis ikan karang
kriteria untuk
indeks keanekaragaman adalah jika
H’ ≤ 2,00 : kenekaragaman rendah;
2,00 < H’ ≤ 3,00 : keanekaragaman sedang;
H’ > 3,00 : keanekaragaman tinggi.
Indeks kemerataan (E) digunakan untuk melihat keseimbangan komunitas ikan
karang, dilakukan dengan cara mengukur besarnya kesamaan total jumlah individu
antar jenis. Semakin merata penyebaran individu antar jenis maka keseimbangan
komunitas akan semakin baik. Rumus yang digunakan adalah :
E : Indeks keanekaragaman
H’ : indeks keanekaragaman
H’maks : indeks keanekaragaman maksimum ln S
Kisaran indeks kemerataan
0,0 < E ≤ 0,5 : komunitas tertekan
0,5 < E ≤ 0,75
: komunitas labil
0,75 < E ≤ 1,0
: komunitas stabil.
Bila nilai indeks kemerataan (E) menurun, maka indeks keanekaragaman (H’) akan menurun, berarti ada jenis tertentu
yang mendominasi. Besarnya dominasi akan mengarah kepada komunitas yang
tertekan atau labil. Nilai indeks dominansi (D) dapat diukur dengan rumus :
Dimana :
D : Indeks Dominansi
pi : proporsi jumlah individu setiap jenis ikan karang
S : jumlah jenis
yang teramati
Kriteria untuk indeks dominansi (D)
0,0 < D ≤ 0,5 :
dominasi rendah
0,5 < D ≤ 0,75 : dominasi sedang
0,75 < D ≤ 1,0 : dominasi tinggi.
Tabel 1. Contoh data
sheet monitoring ikan hias
Data Sheet
Hari/Tanggal :
Jam :
Ulangan ke- :
Lokasi :
Pengambil data :
Jenis Ikan Hias
|
Jumlah
|
Ukuran Ikan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Ewald Lieske and Robert Myers. 1994. Coral Reef Fishes, Indo-Pacific and Caribbean. Harper Collins pub- lishers, 77-85 Fulham Palace Road, London W6 8JB, UK. ISBN 0-00-219974-2.
FishBase 2000. CD ROM. c/o ICLARM, MCPO Box 2631,
0718 Makati City, Philippines. (This data- base can also be consulted on the Internet at the following URL: http://www.fishbase.org).
Hodgson, G and D. Ochavillo. 2006.
MAQTRAC Marine Aquarium Trade Coral Reef
Monitoring Protocol Field Manual. Reef Check Foundation. Pacific Palisades,
California USA. 39 pp.
Idris. S. Timotius,. M. Syahrir. 2010. Pengelolaan
dan Praktik Bijak dari Pengeloaan Perikanan Ikan hias Terumbu karang di
Kepulauan Seribu. Pembelajaran Pengeloaan Terumbu Karang Di Kepulauan
Seribu 2002-2009. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI). Jakarta
ISBN 0-8248-1895-
John E. Randall, Gerald R. Allen and Roger C. 4 (1997). Steene. Fishes of the Great Barrier Reef and Coral Sea.
University of Hawai’i Press, 2840 Kolowalu Street, Honolulu, Hawaii 96822.
Kuiter, R.H. and H. Debelius. 1997. Southeast Asia tropical fish guide.
IKAN-Unterwasserarchiv. Frankfurt.
Kuiter, R.H. and T. Tonozuka. 2004. Pictorial
Guide To Indonesian Reef Fishes. PT. Dive and Dive’s. Denpasar. Bali
Letourneur,Y., M. Kulbicki, and P. Labrosse. (1998). Length-Weight Relationship of Fishes from Coral Reefs and Lagoons of New Caledonia
– An Update. NAGA, the ICLARM quarterly (21)4: 39-46
Lieske, Ewald dan Robert Myers. 1994. Reef
Fishes Of The World. Reprinted 1997. Periplus Edition. Singapore. 400 h.
Ludwig, J.A. & J. F. Reynolds. 1998. Statistical Ecology : A Primer Methods And Computing. John Wiley
& Sons, New York : xvii + 337 hlm.
Munro, J.L & Pauly, D. 1983. A
Simple Method For Comparing The Growh Of Fishes And Invertebrates.
Fishbyte. 1(1):5-6
Munro, J.L. 1982. Estimation Of The
Parameters Of The Von Bertalanffy Growth Equation From Recapture Data At
Variable Time Intervals. J.Cons. CIEM, 40: 199-200.
Patrick L. Colin and Charles Arneson. (1995). Tropical Pacific Invertebrates. Coral Reef Press, 270 North
Canon Drive, Suite 1524,
Beverly Hills, California 90210,
USA. ISBN 0-9645625-0-2
Robert F. Myers. (1999). Micronesian Reef Fishes. Coral Graphics, P.O. Box 21153, Guam Main Facility, Barrigada,Territory of Guam 96921,
USA. ISBN 0-3621564-5-0
TERANGI, 2004. Activity Report :
Marine Ornamental Certification In Panggang Island, Seribu Islands. Yayasan
terumbu karang indonesia, jakarta : 31 pp.