I.
PENDAHULUAN
Abalon merupakan
komoditas perikanan bernilai tinggi, khususnya di negara-negara maju di Eropa
dan Amerika Utara. Biota Laut ini dikonsumsi segar atau kalengan. Di indonesia,
jenis siput ini belum banyak dikenal masyarakat dan pemanfaatannya baru
terbatas di daerah – daerah tertentu, khususnya didaerah pesisir. Di dunia,
diperkirakan ada sekitar 70 jenis abalone, sekitar setengah dari jumlah jenis
abalone tersebut hidup diperairan sekitar Indonesia dan Filipina.
Awalnya, pengembangan
yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru bertahap
jenis abalon lokal dari Lombok yang dikenal dengan nama medau atau tiram
telinga keledai (haliotis asinina). Meningkatnya kebutuhan akan abalone dapat
mendorong usaha penangkapan secara intensif sehingga produksi abalon di alam
berkurang sementara pertumbuhan abalon sangat lambat. Hal ini dapat
mengakibatkan penurunan populasi abalon secara drastis di alam. Oleh karena itu
upaya peningkatan produksi abalon perlu dikembangkan melalui usaha budidaya.
Besarnya potensi dan
peluang pasar yang ada maka Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar
mengembangkan kegiatan pembenihan abalon sebagai wujud kepedulian dalam
melestarikan biota sebagai laut ini. Untuk itu dengan adanya kegiatan
pembenihan abalon dapat menjadi peluang usaha untuk masyarakat dan lingkungan
tetap terjaga.
Hal yang perlu
diperhatikan dalam usaha ini terutama menyangkut tempat pemeliharaan, yakni
harus diperairan yang masih bersih dari pencemaran serta tidak berombak besar.
Setelah itu, hindari memelihara abalon didekat muara sungai.
II. EKOLOGI
DAN DAUR HIDUP
Abalon termasuk ke
dalam hewan herbivora sebagai produsen tingkat pertama, abalon memakan klekap,
alga bahkan phytoplanton dan diatom, abalon berinteraksi dengan lingkungan
menggunakan otot perut yang berfungsi sebagai kaki dan bergerak dari satu
tempat ke tempat yang lain. Kakinya cocok untuk kondisi dasar berpasir karena
abalon tidak dapat melekat atau menempel. Hidup diperairan dengan salinitas
konstan, lebih senang berada di lautan terbuka dan menghindari air tawar
sehingga abalon tidak ditemukan di daerah estuaria.
Pada suhu tertentu,
sebagai hewan yang berada dingin akan terjadi kondisi dorman. Pada umumnya
lebih menyukai perairan yang dangkal, berarus kuat dimana konsentrasi oksigen
tinggi yang secara langsung mempunyai suhu lebih rendah (<25 derajat
celsius).
III.
PEMELIHARAAN
INDUK
Induk yang digunakan
adalah hasil tangkapan dari alam atau hasil dari kegiatan pembenihan (F1).
Induk tersebut diseleksi dengan persyaratan : tidak terdapat cacat pada
tubuhnya, dapat membalikkan badannya, merekat kuat jika dipegang.
Di BBAP Takalar
pemeliharaan induk dilakukan dalam bak fiber voume 1 ton yang dimasukkan dalam
tudung saji yang mana dua tudng saji ditangkupkan menjadi satu sehingga berbentuk
seperti kotak serta pemberian pakan berupa Gracillaria
sp. secara ad libitum, selanjutnya setiap 2 hari dilakukan pergantian pakan
kemudian penyiponan sisa pakan dan kotoran dilakukan setiap hari agar kualitas
air tetap terjaga dengan baik. Pemijahan induk dilakukan secara alami dengan
sistem sirkulasi dan pada saat malam hari, aliran air dimatikan kemudian pada
pagi hari dilakukan pengecekan trochopore dan panen trochopore dilakukan jika
terdapat induk yang memijah. Pada bak pemeliharaan induk terdapat 2 – 6
keranjang induk yang mana antara jantan dan betina ditempatkan pada keranjang
yang terpisah.
IV. PEMELIHARAAN
LARVA
Hasil panen
trochophore ditebar ke bak yang telah ditumbuhi plankton nitczhia sp. yang jauh dari sebelumnya telah dipersiapkan yang mana
bak kultur plankton juga sebagai bak pemeliharaan larva. Pada bak kultur
plankton diberikan beberapa feeding flate untuk menambah ruang penempelan
plankton dan larva abalon. Trochophore akan terus berkembang sebagai larva yang
bersifat planktonis memanfaatkan cadangan makanan (yolk sack) sehingga habis
pada haei ke 4 – 5. Setelah yolk sack habis larva mencari substrat untuk
menempel dan mulai makan bentik diatom. Pada minggu pertama ini adalah masa
kritis bagi larva karena mulai makan bentik diatom. Pada D10 larva sudah
menempel pada substrat dan dapat dialirkan air secara perlahan. Spat atau benih
dapat dilihat mulai umur 18 walaupun belum begitu jelas dan semakin lama akan
terlihat jelas menempel pada flat atau dinding bak seperti titik merah
kecoklatan.
V.
PANEN DAN PASCA PANEN
Benih yang telah
berumur 2 bulan atau mencapai ukuran 1 cm sudah dapat dipanen menggunakan
spatula dan dipindahkan ke bak pendederan selanjtunya kegiatan budidaya atau
pembesaran dapat dilakukan setelah benih mencapai ukuran 2 cm sehingga sudah
cukup kuat untuk beradaptasi dengan lingkungan budidaya. Kegiatan panen untuk
penangkutan jarak jauh agak berbeda dengan biota yang lainnya yang mana benih
ditempatkan pada potongan pipa sepanjang 20 – 25 cm dan pada kedua sisinya
ditutup menggunakan waring, selanjutnya dimasukkan dalam kantong panen dan
diberi oksigen tanpa menggunakan air.
Sumber
: Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP Takalar)
Aplikasi word
BalasHapus