Rabu, 05 Juli 2017

TEKNIK PEMBENIHAN ABALON



I.     PENDAHULUAN
Abalon merupakan komoditas perikanan bernilai tinggi, khususnya di negara-negara maju di Eropa dan Amerika Utara. Biota Laut ini dikonsumsi segar atau kalengan. Di indonesia, jenis siput ini belum banyak dikenal masyarakat dan pemanfaatannya baru terbatas di daerah – daerah tertentu, khususnya didaerah pesisir. Di dunia, diperkirakan ada sekitar 70 jenis abalone, sekitar setengah dari jumlah jenis abalone tersebut hidup diperairan sekitar Indonesia dan Filipina.
Awalnya, pengembangan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru bertahap jenis abalon lokal dari Lombok yang dikenal dengan nama medau atau tiram telinga keledai (haliotis asinina). Meningkatnya kebutuhan akan abalone dapat mendorong usaha penangkapan secara intensif sehingga produksi abalon di alam berkurang sementara pertumbuhan abalon sangat lambat. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan populasi abalon secara drastis di alam. Oleh karena itu upaya peningkatan produksi abalon perlu dikembangkan melalui usaha budidaya.
Besarnya potensi dan peluang pasar yang ada maka Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar mengembangkan kegiatan pembenihan abalon sebagai wujud kepedulian dalam melestarikan biota sebagai laut ini. Untuk itu dengan adanya kegiatan pembenihan abalon dapat menjadi peluang usaha untuk masyarakat dan lingkungan tetap terjaga.
Hal yang perlu diperhatikan dalam usaha ini terutama menyangkut tempat pemeliharaan, yakni harus diperairan yang masih bersih dari pencemaran serta tidak berombak besar. Setelah itu, hindari memelihara abalon didekat muara sungai.
II.  EKOLOGI DAN DAUR HIDUP
Abalon termasuk ke dalam hewan herbivora sebagai produsen tingkat pertama, abalon memakan klekap, alga bahkan phytoplanton dan diatom, abalon berinteraksi dengan lingkungan menggunakan otot perut yang berfungsi sebagai kaki dan bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kakinya cocok untuk kondisi dasar berpasir karena abalon tidak dapat melekat atau menempel. Hidup diperairan dengan salinitas konstan, lebih senang berada di lautan terbuka dan menghindari air tawar sehingga abalon tidak ditemukan di daerah estuaria.
Pada suhu tertentu, sebagai hewan yang berada dingin akan terjadi kondisi dorman. Pada umumnya lebih menyukai perairan yang dangkal, berarus kuat dimana konsentrasi oksigen tinggi yang secara langsung mempunyai suhu lebih rendah (<25 derajat celsius).
III.       PEMELIHARAAN INDUK
Induk yang digunakan adalah hasil tangkapan dari alam atau hasil dari kegiatan pembenihan (F1). Induk tersebut diseleksi dengan persyaratan : tidak terdapat cacat pada tubuhnya, dapat membalikkan badannya, merekat kuat jika dipegang.
Di BBAP Takalar pemeliharaan induk dilakukan dalam bak fiber voume 1 ton yang dimasukkan dalam tudung saji yang mana dua tudng saji ditangkupkan menjadi satu sehingga berbentuk seperti kotak serta pemberian pakan berupa Gracillaria sp. secara ad libitum, selanjutnya setiap 2 hari dilakukan pergantian pakan kemudian penyiponan sisa pakan dan kotoran dilakukan setiap hari agar kualitas air tetap terjaga dengan baik. Pemijahan induk dilakukan secara alami dengan sistem sirkulasi dan pada saat malam hari, aliran air dimatikan kemudian pada pagi hari dilakukan pengecekan trochopore dan panen trochopore dilakukan jika terdapat induk yang memijah. Pada bak pemeliharaan induk terdapat 2 – 6 keranjang induk yang mana antara jantan dan betina ditempatkan pada keranjang yang terpisah.
IV. PEMELIHARAAN LARVA
Hasil panen trochophore ditebar ke bak yang telah ditumbuhi plankton nitczhia sp. yang jauh dari sebelumnya telah dipersiapkan yang mana bak kultur plankton juga sebagai bak pemeliharaan larva. Pada bak kultur plankton diberikan beberapa feeding flate untuk menambah ruang penempelan plankton dan larva abalon. Trochophore akan terus berkembang sebagai larva yang bersifat planktonis memanfaatkan cadangan makanan (yolk sack) sehingga habis pada haei ke 4 – 5. Setelah yolk sack habis larva mencari substrat untuk menempel dan mulai makan bentik diatom. Pada minggu pertama ini adalah masa kritis bagi larva karena mulai makan bentik diatom. Pada D10 larva sudah menempel pada substrat dan dapat dialirkan air secara perlahan. Spat atau benih dapat dilihat mulai umur 18 walaupun belum begitu jelas dan semakin lama akan terlihat jelas menempel pada flat atau dinding bak seperti titik merah kecoklatan.   
V.    PANEN DAN PASCA PANEN
Benih yang telah berumur 2 bulan atau mencapai ukuran 1 cm sudah dapat dipanen menggunakan spatula dan dipindahkan ke bak pendederan selanjtunya kegiatan budidaya atau pembesaran dapat dilakukan setelah benih mencapai ukuran 2 cm sehingga sudah cukup kuat untuk beradaptasi dengan lingkungan budidaya. Kegiatan panen untuk penangkutan jarak jauh agak berbeda dengan biota yang lainnya yang mana benih ditempatkan pada potongan pipa sepanjang 20 – 25 cm dan pada kedua sisinya ditutup menggunakan waring, selanjutnya dimasukkan dalam kantong panen dan diberi oksigen tanpa menggunakan air.
Sumber : Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP Takalar)

1 komentar:

  MENGENAL IKAN SCORPION Mengingat permintaan ikan hias dari tahun ketahun terus meningkat, maka Ikan  Skorpion Volitan (Pterois ...