Selasa, 16 Oktober 2018

PEMBENIHAN TERIPANG


I.        PENDAHULUAN
Kebutuhan dan kepentingan manusia telah menempatkan teripang dalam fungsi ekonomi sebagai komoditi perikanan perdagangan. Beberapa jenis teripang menjadi target perburuan sebagai produk perikanan yang menjadi komoditi perdagangan. Untuk memenuhi permintaan pasar, eksploitasi teripang cenderung berlebihan. Pemulihan populasi alami (recruitment) teripang relatif lambat dan tidak mengejar laju eksploitasinya. Bila hal demikian berlanjut terus maka depleting resources tak terhindari. Oleh karenanya produksi teripang tidak bisa mengandalkan ketersediaan stok populasi alami, dan harus berbasis pada budidaya.
Beberapa spesies teripang yang mempunyai nilai ekonomis panting diantaranya: teripang putih Holothuria scabra, teripang koro Microthele nobelis, teripang pandan Theenota ananas, teripang dongnga Stichopu ssp. dan beberapa jenis teripang lainnya.

II.      DESKRIPSI TERIPANG
1.1  Sistematika Teripang
Dalam ilmu taksonomi hewan, klasifikasi teripang adalah sebagai berikut :
·         Filum
:
Echinofermata
·         Kelas
:
Holothuroidea
·         Ordo
:
Aspidochirotda
·         Famili
:
Holothuriidae
·         Genus
:
Holothuria
·         Spesies
:
Holothuria scaba

1.2  Morfologi
Teripang memiliki tubuh yang lunak dengan bentuk bulat panjang seperti saus dan ditutupi oleh lapisan lunak yang terdiri atas ossicle yang sangat kecil. Teripang adalah hewan yang bergerak lambat, hidup pada dasar substrat pasir, lumpur pasiran maupun dalam lingkungan terumbu
  • Mulut terletak dibagian anterior dikelilingi oleh 10 sampai 30 buah tentakel yang dapat disamakan dengan kaki tabung bagian oral.
  • Cucumaria frondosa memiliki otot yang melingkar dan otot yang memendek yang memungkinkan Cucumaria frondosa melakukan pergerakan seperti cacing dan memiliki alat pencernaan yang terdiri atas mulut, esophagus, lambung, intestine, kloaka dan anus.
  • Alat respirasi dan ekskresinya dengan menggunakan respiratory tree.
  • Sistem pembuluh darah lebih nyata dibandingkan dengan Echinodermata lainnya karena pembuluh darahnya sepanjang intestine.
  • Alat reproduksinya terpisah, gonad mempunyai bentuk seperti sikat dengan saluran-saluran yang dihubungkan oleh sebuah saluran ke lubang kelamin yang terletak dekat tentakel.


 Gambar 1. Morfologi Teripang


II.         PEMBENIHAN TERIPANG
3.1. Pemeliharaan dan Seleksi Induk
Induk teripang yang akan digunakan biasanya diperoleh dari tangkapan alam. Pengumpulan calon induk teripang dari laut dapat dilakukan dengan penyelaman pada siang hari. Apabila dilakukan pada malam hari, harus dibantu dengan alat penerang berupa obor atau lampu patromak. Dengan cara ini, induk teripang dapat diambil langsung dengan tangan. Pada perairan yang agak dalam, induk teripang dapat diambil dari atas perahu dengan bantuan alat semacam tombak bermata dua yang tumpul.


Gambar 2. Alat Penangkap Induk Teripang

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih induk teripang yang baik adalah:
  1. Tubuh tidak cacat.
  2. Ukuran besar dengan berat 400 gr dan panjang tubuh minimal 20 cm.
  3. 3
     
    Berkulit tebal.
3.2. Sarana Pembenihan
Sarana yang diperlukan untuk pembenihan teripang terdiri dari beberapa buah bak sebagai tempat penampungan induk pemeliharaan larva, kultur larva dan kultur plankton. Bak-bak ini sebaiknya dibuat dari beton, namun demikian dapat pula dibuat dari kayu yang dilapisi plastik. Beberapa sarana lain yang diperlukan adalah sebagai berikut :
  1. Saringan pasir untuk menyaring air laut agar betul-betul bersih.
  2. Bak penampungan air dilengkapi dengan saringan pasir. Ukuran bak disesuaikan dengan kebutuhan air laut untuk penggantian air pada seluruh unit pembenihan. Penempatan bak diatur supaya gravitasi bisa menyalurkan air dari satu bak ke bak lainnya.
  3. Pipa penyalur air yang dilengkapi dengan beberapa saringan berbagai ukuran 1,5  – 2 mikron.
  4. Bak  penampungan  induk  dengan  kapasitas  1,5  ton  air  berjumlah  2  atau  3 buah dengan kedalaman sekitar 50 cm.
  5. Bak pemliharaan larva berjumlah 10 - 15 buah dengan ukuran (1 x 2 x 0,5)m³.
  6. Bak pemeliharaan juvenil berjumlah 8 - 10 buah dengan ukuran (2 x 4 x 0,6)m³.
  7. Bak plankton berjumlah 3 - 5 buah dengan ukuran ( 2 x 4 x 0,75)m³.


     Gambar 3.  Skema Hatchery (Panti Benih)

Keterangan:
A.  Saringan pasir
B.  Bak penampungan air (volume 1 ton).
C. Pipa penyuplai air.
D. Saringan bertingkat.
E.  Bak induk (volume 3 ton).
F.   Bak pemijahan (volume 1,5 ton).
G. Bak pemeliharaan larva.
H.  Bak pemeliharaan juvenil.
I.   Bak plankton.

3.3. Pembenihan
Menurut Darsono dan Putro (2002), bahwa pembenihan dimulai dari pengumpulan dan pengelolaan induk, rangsang pijah (induced spawning), pemeliharaan larva, sampai dengan penggelondongan (nursery) secara skematis disajikan dalam Gambar 4.


Sumber : Darsono dan Putro, 2002)
Gambar 4. Tahapan pembenihan teripang mulai koleksi induk   
                  sampai dengan panen benih teripang

Pemijahan teripang dapat dilakukan dengan beberapa cara, secara alami dengan pembedahan, perangsangan dengan temperatur dan perangsangan dengan penyemprotan air.
1. Pemijahan alami
Setelah mengalami matang gonad penuh, induk teripang yang dipelihara di bak pemijahan biasanya akan memijah secara alami tanpa adanya rangsangan buatan. Pemijahan akan terjadi pada malam hari antara pukul 22.00 - 23.00. Induk jantan akan mengeluarkan sperma terlebih dahulu yang akan merangsang induk betina untuk mengeluarkan telur. Kurun waktu pemijahan biasanya berlangsung antara 20-60 menit. Setelah induk betina selesai bertelur, segera induk dipindahkan ke tempat lain.
2. Pemijahan dengan Pembedahan
Metode pembedahan dapat dilakukan dengan cara menggunting bagian bawah teripang mulai dari anus hingga kedepan. Dalam pembelahan gonad ini apabila didapatkan kantong telur, berarti teripang tersebut betina. Gonad jantan (testis) juga dipotong menjadi beberapa bagian sehingga sperma keluar dan ditampung di dalam wadah lain yang berisi air laut. Kemudian secara pelan-pelan wadah yang berisi sperma dituangkan kedalam wadah yang berisi telur sambil diaduk secara perlahan, lalu didiamkan. Sehingga terjadi pembuahan. Telur yang terbuahi akan mengendap didasar bak selanjutnya dipanen dengan saringan dan dipindahkan ketempat pemeliharaan larva.
3. Perangsangan dengan Temperatur
Prinsip pemijahan dengan perangsangan temperatur ini adalah mengupayakan agar temperatur air naik 3 – 5ºC dari temperatur air asal, dalam waktu selama lebih kurang 30-60 menit suhu air dinaikkan dengan cara penambahan air panas atau menggunakan alat pemanas (heater) atau dijemur terik matahari. Induk teripang ditempatkan didalam keranjang plastik yang diletakkan beberapa sentimeter di bawah permukaan air. Perlakuan ini dilakukan pada siang hari. Pada sore harinya induk dimasukkan ke bak pemijahan dan selanjutnya induk teripang akan memperlihatkan perilaku pemijahan yang ditandai dengan tubuh menggeliat dan muncul dipermukaan sambil bertumpu di dinding bak. Induk jantan akan mengeluarkan sperma yang berwarna putih dan terlihat seperti asap di dalam air, selang waktu setengah hingga dua jam berikutnya induk betina akan mengeluarkan telurnya. Cara ini memberikan hasil lebih baik yakni dengan tingkat penetasan mencapai 90 - 95%.
Induk teripang yang sudah dewasa dan matang gonad siap untuk dipijahkan secara rangsang (induced spawning). Rangsang pijah dilakukan dengan tehnik "manipulasi lingkungan" (Notowinarto & Putro 1992; Darsono et al. 1996) yang merupakan  modifikasi  dari  metoda  thermal  shock  terhadap  sekelompok (4 atau 6 individu) induk teripang. Perlakuan berkelompok ini dilakukan karena tidak diketahui dengan pasti jenis kelaminnya. Pada teripang tidak jelas adanya dimorfisma kelamin. Pengamatan efektifitas tehnik rangsang pijah dilakukan tiap bulan, pada hari-hari: gelap bulan pada kuarter awal atau akhir bulan komariah.
4. Perangsangan dengan Penyemprotan Air
Setelah induk dipelihara selama 2-4 hari pada bak pemeliharaan, maka induk diberikan perlakuan pada sore hari biasanya dimulai pada pukul 17.00. Pertama-tama induk teripang yang akan dipijahkan dikeluarkan dari bak dan diletakkan ditempat yang kering selama 0,5-1 jam. Semprotan air laut yang bertekanan tinggi selama 5-10 menit, lalu induk dimasukkan kembali kedalam bak pemijahan. Sekitar 1,5-2 jam kemudian induk akan mulai menggerakkan badannya ke dinding. Biasanya induk jantan akan memijah yang kemudian disusul induk-induk betina 30 menit kemudian. Prosentase keberhasilan cara ini mencapai 95-100%.
5. Pemeliharaan Larva (Fase Planktonik dan Fase Bentik)
Telur-telur hasil pemijahan dipelihara dalam bak fiber empat persegi panjang bervolume satu ton. Asumsi kepadatan stocking telur dihitung sebanyak 400 butir I liter. Telur-telur fertil akan berkembang menjadi larva teripang melalui fase planktonik dan fase bentik. Dalam pemeliharaan, larva teripang ini akan mengalami metamorfose dalam proses pertumbuhannya melalui fase auricularia, doliolaria, pentactula yang kemudian menjadi “juwana" (juveniles) teripang atau “post larva". Pada fase planktonik (larva auricularia dan larva doliolaria awal), diberi pakan fitoplankton Dunaliella sp., Chaetoceros sp., Isochrysis sp. dan Skeletonema sp.
Menjelang fase doliolaria telah disiapkan spat collector sebagai substrat penempelan. yang telah diperkaya dengan diatom bentik sebagai makanannya sejak fase tersebut. Pada fase kehidupan bentik ini larva diberi pakan diatom bentik (perifitic diatome) Navicula sp.
 Juwana teripang yang berukuran berat inisial rata-rata kurang dari 0,01 gram dipelihara terus dalam proses pendederan (penggelondongan) untuk menjadi "benih" teripang dalam ukuran berat tertentu. Penggelondongan ini berlangsung selama 4 sampai 5 bulan pemeliharaan. 

6. Pemeliharaan Post-larva (Penggelondongan)
Post-larva teripang pada bulan ketiga dipindahkan pemeliharaannya kedalam bak fiber yang diberi substrat pasir karang. Pemindahan dilakukan dengan grading (Battaglene & Seymour 1998), dipilih individu yang kelihatan tumbuh baik. Pemeliharaan dilakukan dengan pemberian pakan diatom bentik dan pakan artifisial untuk larva ikan dengan merk dagang “Algamac 2000 bio-marine" dan "FRIPPAK". Disamping itu masih tetap diberikan juga substitusi alga planktonik Chaetoceros dan Isochrysis. Target penggelondongan ini sampai anakan teripang berukuran berat lebih dari 10 gram hingga 30 gram, yaitu ukuran anakan teripang yang didefinisikan sebagai “benih teripang" siap untuk growing out.



Gambar 5. Perkembangan pasca larva menjadi anakan (benih)  
     teripang. (Sumber : Darsono dan Putro, 2002)

1.     Pasca larva teripang (terlihat bintik-bintik hitam) berumur sekitar sebulan
2.   Anakan teripang, pada dasar bak pemeliharaan, berumur sekitar 3 bulan
3.   Anakan teripang, berumur sekitar 5 bulan, kelihatan masih lembut
4.   Anakan teripang, berumur sekitar 6 bulan, kelihatan sudah agak "kenyal"
5.   Anakan teripang, berumur sekitar 7 bulan, kelihatan "Iebih kenyal"
6.   Anakan teripang, berumur sekitar 8 bulan, bandingkan dengan korek yang terlihat, tekstur tubuh sudah lebih kuat, siap untuk dilepas growing out


DAFTAR PUSTAKA

Battaglene, S.C. and J.E. Seymour 1998. Detachment and grading of the tropical sea cucumber sandfish, Holothuria scabra, juveniles from settlement substrates. Aquaculture 159: 263 - 274.

Darsono, P. dan Putro, D., 2002. Aplikasi Tehnik Pembenihan Untuk Produksi Massal Benih Teripang Pasir, Holothuria scabra Jaeger. Prosiding Seminar Riptek  Kelautan Nasional.Balai Budidaya Laut Lampung, Ditjen Perikanan Budidaya DKP. 153-159.

Martoyo B., Aji, N., dan Winanto, T., 2007. Seri Agribisnis: Budi Daya Teripang (edisi revisi). Jakarta: Penebar Swadaya.

http://dunia-perairan.blogspot.com/2012/10/teripang-si-ketimun-laut.html



Kamis, 11 Oktober 2018

PEMBENIHAN IKAN BANDENG


I.      PENDAHULUAN
Bandeng ( Chanos-chanos Forks ) merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan mudah dipasarkan karena dagingnya enak dan berkualitas tinggi.  Ikan ini mudah untuk dibudidayakan karena bersifat euryhaline yaitu tahan terhadap perubahan kadar garam dalam air, tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya cepat serta pakannya murah dan mudah diperoleh.

Di Indonesia kebutuhan tehadap benih ikan bandeng ( nener ) masih disuplai dari alam, yaitu dengan cara melakukan penangkapan di sekitar pantai yang berair jernih, landai, berpasir dan dipengaruhi oleh pasang surut.  Sejalan dengan berkembangnya usaha budidaya baik secara intensif maupun ekstensif, maka kebutuhan nener semakin meningkat.

2
 
Oleh karena itu, cara untuk mengatasi masalah penyediaan benih ikan bandeng   adalah dengan usaha pembenihan sehingga system ini mampu menghasilkan benih unggul dan tidak lagi mengandalkan benih dari hasil penangkapan di alam.

Sekarang ini banyak dilakukan pembenihan ikan bandeng baik skala perusahaan maupun skala rumah tangga.  Namun demikian perlu kiranya peningkatan kemampuan dalam pembenihan ikan bandeng.

II. MENGENAL IKAN BANDENG

2.1. Ciri-Ciri Morfologi Ikan Bandeng
Adapun klasifikasi dari ikan bandeng yaitu :
Class            : Pisces
Sub class       : Teleostei
Ordo            : Malacoplerygii
Sub ordo       : Chanidae
Genus           : Chanos
Spesies         : Chanos chanos

Ciri-ciri umum yang dapat segera dikenal dari ikan bandeng adalah tubuh memanjang agak gepeng, mata ditutup lapisan lemak, pangkal sirip punggung dan dubur ditutupi sisik, sisik sikloid lunak, warna hitam kehijauan dan dan keperakan di bagian sisi, terdapat sisik tambahan yang terbesar pada pangkal sirip dada dan sirip perut.  Ikan bandeng termasuk jenis ikan euryhaline yaitu dapat hidup pada kisaran kadar garam yang cukup tinggi. Di Indonesia daerah penyebaran bandeng yang telah diketahui meliputi perairan pantai di Timur Sumatra, Utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian, dan Nusa Tenggara termasuk Bali.

2.2. Kebiasaan Hidup

Beberapa persyaratan lingkungan agar bandeng dapat hidup dan tumbuh dengan baik dibutuhkan kualitas air yang meliputi suhu antara 25 - 35ºC, salinitas 50º/oo, pH antara 7 -9, NHз tidak lebih dari 0,1 ppm dan oksigen terlarut di bawah 3 ppm.

Ikan bandeng yang akan dipelihara sebagai calon induk dipilih yang sehat dan badannya tidak cacat.  Ukuran calon induk minimal 3 kg / ekor, berumur 3 – 4 tahun.  Calon ini baru mulai berkembang gonadnya setahun lagi.

Penangkapan induk di tambak sebaiknya dilakukan pada musim pemijahan sehingga mudah menentukan jenis kelaminnya.  Penentuan jenis kelamin bandeng dilakukan dengan cara striping, karena secara morfologi ikan bandeng dewasa sulit dibedakan jantan betinanya.  Jika tidak, maka perlu dilakukan penentuan lebih lanjut dengan metode kanulasi, yaitu memasukkan alat kanula  (diameter 0,9 mm ) kedalam alat kelamin sebelah kiri atau kanan agak keatas hingga selang masuk sepanjang 15 – 20 cm.  Ujung kanula dihisap, kemudian ditarik kembali pelan – pelan dan diperiksa dengan menerawangkan selang kanula.  Jika pada kanula ada butir – butiran telur berarti induk betina, sedangkan jika hanya ada cairan berwarna putih berarti jantan.

Induk bandeng dapat berasal dari alam atau hasil pemeliharaan.  Bila induk yang berasal dari alam perlu diadaptasikan dengan lingkungan baru agar dapat memijah dengan baik.
Bak pemeliharaan calon induk berkapasitas 20 ton (diameter 4 m, tinggi 1,75 m dengan tinggi air 1,5 m).  Bak terbuat dari beton, berbentuk bulat, serta dilengkapi dengan pipa pembuangan di tengahnya.

Induk yang diperoleh dari tambak biasanya kondisinya tidak begitu baik, karena kualitas air tambak kurang baik.  Di tambak perubahan suhu siang - malam besar, salinitas tidak stabil, airnya keruh berlumpur serta banyak gas – gas beracun hasil perombakan bahan – bahan organik.  Keadaan inilah yang menyebabkan bandeng tidak pernah mengeluarkan telur ditambak walaupun yang telah berkembang gonadnya.  Untuk memperbaiki keadaan ini induk harus diberi perawatan yang intensif dan pakan yang baik, sebelum dilakukan pemeriksaan jenis kelamin dan implantasi.

Selama masa pemeliharaan air laut dialirkan ke dalam bak secara terus menerus dengan pergantian 100 % perhari dari jumlah air.  Jika pergantian air kurang, maka air dalam bak cepat menjadi hijau tua, akibat suburnya plankton.  Jika kandungan oksigen terlarut dibawah 2 ppm, maka sekitar 6 jam ikan akan mati.  Gejala kekurangan oksigen ini ditandai dengan berenangnya ikan kepermukaan.

Sebulan sekali induk yang ditandai diperiksa kematangan gonadnya dengan menggunakan kanulasi.  Pemeriksaan ini lebih mudah dilakukan pada musim pemijahan, sekitar bulan Maret – April dan bulan Juli – Desember.  Mula – mula bak diturunkan airnya sampai ketinggian air tinggal 40 – 50 cm.  Kemudian ikan digiring ke suatu sudut lokasi dengan jala yang semakin lama semakin dipersempit dan ditangkap dengan jaring bertangkai panjang untuk dimasukkan ke dalam bak penampung.

Wadah yang digunakan untuk pemijahan dilengkapi dengan saringan pengumpul telur ( kolektor ) yang terbuat dari kain saringan berukuran 850 mikron.  Kolektor ini dipasang pada bak kecil penampung air limpasan ataupun air buangan, guna menyaring telur yang terbawa aliran air keluar.  Kolektor dipasang sejak sore hari karena induk bandeng mulai memijah pada tengah malam hingga menjelang pagi hari.

Bak yang digunakan untuk penetasan telur adalah akuarium kaca yang berkapasitas air 50 – 70 liter.  Sebelum digunakan akuarium ini dibersihkan dan dikeringkan dulu selama 24 jam, untuk mencegah jamur dan penyakit. 

Telur bandeng bersifat pelagis, mengapung dan menyebar rata diseluruh bagian permukaan air.  Telur ini berukuran sekitar 1,2 mm.  Telur yang dihasilkan induk betina ini akan menetas antara 24 – 26 jam setelah pemijahan  Telur yang berkumpul pada kolektor setelah mencapai stadia neurula ( 8 – 9 jam setelah pemijahan ) kemudian dipindahkan ke akuarium inkubasi pertama yang berisi air bersalinitas 40˚/oo.  Digunakan air yang bersalinitas 40˚/oo ini untuk memudahkan penyeleksian telur yang telah terbuahi.  Telur yang terbuahi akan mengapung, telur yang terbuahi tetapi kualitasnya jelek akan melayang – melayang dan telur yang tidak terbuahi akan tenggelam ke dasar.

Telur yang mengapung kemudian diserok untuk dipindahkan ke akuarium lain.  Dalam akuarium ini diaerasi selama 6 jam, kemudian aerasi dihentikan sehingga telur yang baik kualitasnya akan mengapung ( pada saat ini telur yang baik telah berkembang mencapai stadia neurula akhir ).  Telur yang mengapung kemudian diserok untuk dipindahkan ke bak – bak pemeliharaan larva.

Persiapan pemeliharaan larva dimulai dengan mencuci bak – bak pemeliharaan larva sampai bersih dan merendamnya dalam larutan clorin 400 ppm selama 24 jam untuk mencegah hama dan penyakit.  Penggunaan desinfektan harus dilakukan karena fase larva ini masih sangat lemah dan pekah terhadap gangguan hama dan penyakit.  Kemudian bak dibilas dengan air tawar dan diisi dengan air laut yang telah disaring dengan saringan 5 mikron untuk mencegah masuknya hama atau parasit pengganggu.

III. PEMBENIHAN IKAN BANDENG

a)     Persiapan Bak Induk
          Bak induk yang akan digunakan untuk pemeliharaan induk bandeng harus bersih dari berbagai kotoran yang melekat.  Oleh karena itu bak ini harus dibersihkan secara rutin dengan menggunakan kaporit dengan dosis 100 ppm untuk mencegah terjadinya serangan parasit, kemudian dikeringkan selama satu hari sampai kaporit betul-betul kering.  Setelah kering bak tersebut dibilas sampai bersih dengan air tawar sehingga kaporit tidak lagi menempel.  Adapun pelaksanaan persiapan bak ini khususnya membersihkan bak induk setiap 2 minggu sekali atau tergantung dari kotor tidaknya bak.

b)     Pengelolaan Kualitas Air
      Air media pemeliharaan induk maupun larva harus senantiasa terbebas dari pencemaran.  Untuk air media pemeliharaan induk setiap hari selalu dilakukan pergantian air yaitu pagi hari, selain memacu perkembangan gonad induk bandeng juga agar air tersebut selalu dalam keadaan bersih dari sisa pakan maupun kotoran lainnya.  Sedangkan air media pemeliharaan larva sebaiknya selalu terkontrol dengan baik, khususnya keadaan aerasi dan kebersihannya.  Ketinggian air dalam bak larva sebaiknya tidak kurang dari 100 cm agar tidak terjadi kekurangan oksigen pada larva disamping pengamatan aerasi.  Dalam menjaga kebersihan air media larva, khususnya pada hari ke-0 untuk membuang cangkang telur perlu disipon, dan pada haari ke-10 dilakukan pergantian air sebanyak 10% serta meningkat secara bertahap sampai 100% hingga saat menjelang panen.

c)     Pemeliharaan Induk
      Wadah pemeliharaan induk untuk pemijahan baik dengan manipulasi lingkungan maupun dengan hormonal adalah bak bundar dengan garis tengah lebih besar dari 4, kedalaman air lebih besar dari 2,5 m dan volume minimal 12 ton.  Bak tersebut dilengkapi aerasi disekelilingnya.  Air laut dialirkan secara teus menerus dengan tingkat pergantian 200-300 % per hari. 

         Induk yang baru datang harus diaklimatisasi terlebih dahulu dalam bak penampungan yang telah dicuci dan dikeringkan sebelumnya, untuk mencegah ikan agar tidak meloncat keluar maka bak ditutupi dengan jaring.  Padat tebar yang disarankan adalah 1 ekor induk ( 3,5-6 kg ) per 3 m3, sebelum dilakukan pemeliharaan dibak pemijahan, induk bandeng terlebih dahulu diseleksi jenis kelaminnya.  Untuk induk betina diamati dengan keteter ( kanula ) yang dimasukkan ke dalam lubang pelepasan telur (Genital Pore) sedalam  ± 15 cm dan kemudian disedot, sedangkan pengamatan pada induk jantan dengan cara mengurut bagian perut ke arah lubang genital.  Apabila dari pengamatan kanula diketahui ada butiran putih atau cairan kuning adalah induk betina dan apabila dengan pengurutan diperoleh cairan putih keruh dan kental adalah induk jantan.  Perbandingan berat induk jantan dengan induk betina adalah 1:1.  Selamat pemeliharaan induk diberikan pakan pellet yang mengandung protein 35-45 %, dosis 2 % dari biomasa dan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali per hari yaitu pagi dan sore hari.

d)     Pematangan Gonad dan Pemijahan
         Pematangan gonad induk bandeng dapat dilakukan dengan dua cara yaitu manipulasi lingkungan dan hormonal.  Manipulasi lingkungan adalah upaya perangsangan pematangan organ reproduksi induk ikan bandeng dengan pengaturan air media, sedangkan dengan hormonal adalah upaya perangsangan pematangan organ reproduksi induk ikan jantan dan betina bandeng dengan menggunakan hormon perangsang pemijahan.

e)     Penanganan Telur
       Dalam penanganan telur yang dilakukan yaitu proses pemanenan dan penyeleksian telur.  Proses pemanenan telur dilakukan setiap hari dengan jalan mengambil telur dari kolektor untuk dipindahkan ke aquarium inkubasi.  Proses pemanenan ini dilakukan dengan cara menyerok telur yang diperoleh dari hasil pemijahan pada malam harinya.  Jumlah telur yang dihasilkan bervariasi dan paling banyak diperoleh pada saat musim pemijahan yaitu pada saat bulan gelap, sedangkan penyeleksian telur dilakukan setelah telur dimasukkan kedalam aquarium inkubasi yang diberikan air laut kemudian diberikan aerasi setelah kurang lebih 2 jam kemudian telur didiamkan selama 10 menit setelah itu akan kelihatan telur yang bagus dan yang tidak bagus.  Jika telur yang baik maka akan melayang-layang dipermukaan, sedangkan telur yang tidak bagus maka akan tampak putih keruh dan akan berada didasar aquarium.  Dan untuk telur yang tidak bagus akan dibuang dengan cara penyiponan, setelah dilakukan penyeleksian telur maka selanjutnya telur ditebar pada bak larva. 

f)      Pemeliharaa Larva

1.   Pemberian Pakan
      Pada saat telur baru saja ditebar (Do) larva tidak diberikan pakan karena masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur.  Cadangan makanan ini dapat diserap sampai larva berumur 2 hari.  Pakan alami mulai diberikan pada saat larva berumur 2 hari yang berupa Chlorella dan diberikan pula Rotifera dengan kepadatan antara 100-700 liter Chlorella 1000 sel/ml dan 10-25 liter Rotifera 1000 sel/ml.  Sesuai dengan umur larva, semakin besar umur larva maka pemberian pakan alami semakin ditingkatkan. 

2.   Pengelolaan Kualitas Air
      Pada masa penanganan larva bandeng keadaan bak harus selalu dalam keadaan bersih.  Untuk itu dilakukan pergantian air, pergantian air dapat dilakukan mulai larva berumur 5-10 hari sebanyak 5% dan mulai berumur 10 hari pergantian air sebanyak 10% dan terus ditingkatkan sesuai dengan kondisi dan umur larva.

g)     Pemanenan
     Masa pemeliharaan larva bandeng dapat berlangsung antara 17-25 hari.  Pemanenan dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan secara perlahan-lahan, setelah volume air dalam bak terasa cukup dalam proses pemanenan yaitu ± 20-25 cm dari dasar bak.  Kemudian nener digiring dengan menggunakan jaring krikit.  Nener ditampung dalam wadah dengan menggunakan gayung untuk dihitung jumlahnya dan dapat diperkirakan kondisi nener untuk dipacking.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad, T., A. Prijono, T. Aslianti, T. Setiadharma dan Kasprijo, 1993.  Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng Seri Pembangunan Hasil Penelitian Perikanan, No. PHP / KAN / 24, Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Anonymous, 1979. Budidaya Bandeng ( Chanos  chanos forks ), Departemen Pertanian,  Jakarta.
Cholik, F., Azwar, Z.I, Prijono, A. Sumiarsa, G., Badraeni dan Lianti, S.N. 1990. Teknologi Pembenihan Ikan Bandeng ( Chanos  chanos F ) SBPBP, Gondol Bali.
Martosudarmo, B., E.  Sudarmini, B.  Salahmoen dan B.S.  Ramoeniharjo, 1984.  Biologi Bandeng ( Chanos chanos ).  Direktorat Jenderal Perikanan.  Departemen Pertanian Jakarta.
Niken, N.  A., 1990.  Pengelolaan Pembenihan Ikan Bandeng ( Chanos chanos ) di Sub Balai Penelitian Budidaya Gondol Bali.  Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan.  Fakultas perikanan IPB.


  MENGENAL IKAN SCORPION Mengingat permintaan ikan hias dari tahun ketahun terus meningkat, maka Ikan  Skorpion Volitan (Pterois ...